Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Petani Sawit Indonesia (Apkasindo) mengapresiasi kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang telah menaikkan bantuan hibah Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dari 25 juta per hektare (ha) menjadi Rp 30 juta per ha.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendongkrak produktivitas sawit rakyat.
Apalagi, Kemenkeu juga mengakomodir dana Sarana Prasarana (Sarpras) untuk petani sawit seperti berupa benih hibrid sawitk, pupuk, pestisida, alat pasca panen dan penglolahan hasil, jalan kebun dan jalan akses ke jalanumum dan pelabuhan, alat transportasi, mesin pertanian, pembentukan infrastruktur pasar serta verifikasi atau penelusuran teknis.
Baca Juga: Pemerintah siap selesaikan kendala pekebun untuk sertifikasi ISPO
Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung mengatakan, dana Sarpras ini sudah cukup lama dinanti petani sawit di 117 DPDP Apkasindo kabupaten kota dan 22 DPW Provinsi seluruh Indonesia di kepemimpinan Direktur Eddy Abdurrachman telah terealisasi.
Demikian juga dengan dukungan dana untuk peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Petani yang tiga tahun ini mangkrak tapi bisa terealisasi di tahun ini.
Menurut Gulat, khusus dana PSR dan Sarpras ini sangat langsung dirasakan Petani Sawit. Seperti diketahui, 41% (6,72 juta ha) Sawit Indonesia itu dikelola oleh Petani sebagai pekebun.
Dana itu berasal dari Pungutan ekspor CPO dan Produk turunannya yang dimanfaatkan kembali untuk semua lini perkelapasawitan Indonesia.
"Sejumlah pihak berpendapat bahwa pungutan ekspor itu akan membuat petani menderita dan tertekan, melalui media ini saya sampaikan bahwa kami Petani Sawit Indonesia justru sebaliknya sangat mensyukuri Manfaat Dana Pungutan eksport (PE), mungkin yang berpendapat tersebut bukan Petani jadi wajar saja tidak merasakan manfaatnya," ujar Gulat dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Senin (1/6).
Menurut Gulat, dana PE tersebut memang akan mengurangi harga Tandan Buah Segar (TBS) yang diterima Petani Sawi. Dari hasil perhitungan Departemen Riset dan SDMDPP Apkasindo petani akan kehilangan sebesar Rp 90- Rp110 per Kg TBS untuk setiap pungutan US$ 50 per ton CPO.
Baca Juga: Apkasindo desak pemerintah selesaikan kendala petani pasca diwajibkan ISPO
"Tapi kami tidak berkeberatan sepanjang dana tersebut untuk dipergunakan kembali untuk meningkatkan banyak hal disektor perkelapa sawitan, dan kami Petani Sawit Apkasindo sangat merasakan itu. Sebenarnya Indonesia sudah terlambat mendirikanBPDPKS ini, coba lihat Malaysia, sudah puluhan tahun lalu mendirikan lembaga semacam BPDPKS ini," terangnya.
Gulat menambahkan bahwa sawit itu merupakan penyumbang devisa negara terbesar dalam 5 tahun terakhir. Melalui dana BPDPKS ini Gulat bilang, petani sawit sudah masuk ke sawit generasi kedua, di generasi kedua ini sudah bertekat menjadi petani yang smart dan berkelas, bantu kami hijrah, moveon, untuk menjadi lebih baik dan berguna untuk bangsa dan negara ini.
Sawit adalah salah satu bidang usaha yang paling banyak melibatkan masyarakat (petani), bayangkan 41% atau setara hampir 20 juta orang petani dan buruh tani ada didalamnya, belum lagi jika dihitung Ring 2 dan 3 dari faktor ikutan industri sawit ini, luar biasa dasyat.
Menurutnya, dalam tiga tahun terakhir ada 1.200 alumni Program D1 Sawit yang sudah tamat, Taruna Sawit Indonesia ini didik di 5 kampus terbaik bidang sawit dan tahun 2020 ini sudah jadi 6 kampus, ini semua anak-anak Petani dan buruh tani yang dibiayai Full Beasiswa BPDPKS, mereka adalah yang tidak punya kesempatan dan peluang jika bersaing di kampus-kampus umum karena berbagai faktor.
Baca Juga: Ini kendala petani dapatkan sertifikasi ISPO
Dari sisi sawit Petani berkelanjutan, Tahun ini Apkasindo mengajukan ke BPDPKS untuk menyekolahkan 22 orang Pengurus Apkasindo untuk kursus Auditor ISPO.
Paiki Doteus Petani dari Kabupaten Manokwari Papua Barat, mengatakan ia bersyukur dengan naiknya dana PSR ini, tahun 2019 kami dari Koperasi Arfak Sejahtera Manokwari dapat dana PSR sebesar 8,6 miliar untuk luas 344 ha, karena mereka membuat pembibitan sendiri makanya September tahun 2020.
"Tahun ini kami kembali mengajukan 1.200 ha untuk PSR, dari total target 4500 Ha untuk di PSR kan. Yang 4,500 ha inisudah berumur 38 tahun, sudah sangat tua renta, kalau kata Pak Presiden sawit seumur kami ini sudah lah tua pikun pulak, ujar Paiki. Sawit yang sedang kami PSR kan ini adalah Program PIR-SUS 38 tahun yang lalu," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News