kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APNI: Pengaturan HPM Nikel adalah kesepakatan antara ESDM, penambang dan smelter


Rabu, 24 Juni 2020 / 11:48 WIB
APNI: Pengaturan HPM Nikel adalah kesepakatan antara ESDM, penambang dan smelter
ILUSTRASI. Tambang nikel


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) kembali menegaskan bahwa tata niaga nikel domestik yang mengacu pada Harga Patokan Mineral (HPM) sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2020 tidak ditetapkan secara sepihak.

APNI menyebut, pengaturan itu merupakan hasil dari diskusi dengan para pelaku usaha dan pemangku kepentingan sektor nikel. Yakni penambang nikel nasional yang diwakili oleh APNI, beserta beberapa perusahaan pertambangan dan perusahaan smelter yang diwakili Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I).

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey menjelaskan, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM telah melakukan pertemuan sebanyak enam kali untuk membahas formula HPM nikel dari 13 Januari hingga 11 Maret 2020.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Harga patokan nikel sudah lewat pembahasan seluruh pihak

"Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, Kementerian ESDM bersama-bersama dengan AP3I dan APNI serta pemangku kepentingan industri nikel mencari formula HPM nikel terbaik dengan mempertimbangkan penambang nikel nasional dan perusahaan smelter," kata dia kepada Kontan.co.id, Selasa (23/6) malam.

Meidy menambahkan, menurut catatan Ditjen Minerba, pertemuan-pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Tekmira (Puslitbang Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Menko Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, dan perwakilan BUMN (MIND.ID). 

Pertemuan tersebut dilakukan bergantian di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dan di kantor Menko Maritim dan Investasi.

“Jadi, tidak benar dugaan bahwa HPM Nikel ditetapkan atas dasar persetujuan APNI dan Ditjen Minerba tanpa persetujuan dari smelter lokal. HPM NIkel ditetapkan setelah melalui proses diskusi dan konsultasi antar kementerian dan lembaga pemerintah dan pelaku usaha, yaitu AP3I dan APNI,” tegas dia. 

Sebelumnya, Wakil Ketua AP3I Jonatan Handojo bilang, smelter lokal lebih memilih harga yang mengacu kepada London Metal Exchange (LME) yang cenderung mengikuti harga baik naik maupun turun.

“Jangan salahkan kalau smelter lokal beli dari luar. Itulah kendalanya jika harga bijih nikel dipatok. Mau menentukan harga semau mereka berdua. Padahal harga komoditas mineral sudah ditentukan melalui LME yang selalu berubah-ubah,” ungkap dia. 

Anggapan itu pun dibantah oleh Meidy. Dia mengklaim, APNI sangat menghargai Permen ESDM No. 11/2020 yang mengatur harga penjualan Nikel (FoB) untuk pasar domestik. HPM Nikel diformulasikan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan profitabilitas penambang Nikel dan smelter-smelter yang merupakan pembeli terbesar bijih Nikel dari para penambang nasional.

“APNI berharap seluruh pemangku kepentingan dan investor yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia menghormati dan mematuhi keputusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” ungkap Meidy.

Meskipun HPM Nikel jauh lebih rendah dibandingkan harga internasional, namun smelter-smelter menolak untuk mengikuti formula nasional yang sudah ditetapkan pemerintah.

Baca Juga: Maaf penambang, smelter lokal lebih pilih membeli bijih nikel dari luar negeri

"Sedangkan harga HPM yang sudah ditetapkan saja masih jauh di bawah harga Internasional tetap tidak diterima oleh smelter lokal. Nah di lokal saja hanya menerima nikel kadar di atas 1,8%. Kadar rendah kami terbuang begitu saja dan menumpuk jutaan ton di stockpile,” jelas Meidy.

Sebelumnya Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, seharusnya semua pihak baik para penambang maupun pemilik smelter nikel menerima putusan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2020 yang turut mengatur tata niaga nikel domestik yang mengacu pada HPM.

Ia berpendapat, sebelum penetapan formulasi HPM, pemerintah telah mengadakan pertemuan secara intensif sejak tahun 2018 hingga akhir 2019, bahkan berlanjut sampai bulan April 2020. Hal tersebut guna mendapat masukan yang komprehensif dari semua pelaku usaha penambang, pengusaha smelter domestik, hingga kementerian lembaga terkait.

“Kami juga sudah melakukan evaluasi secara cermat dengan membandingkan formulasi harga nikel yang berlaku secara internasional,” ujar dia kepada Kontan.co.id, Selasa (23/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×