kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Aprindo prediksi konsumen tahan belanja karena suku bunga acuan BI naik


Rabu, 21 November 2018 / 14:39 WIB
Aprindo prediksi konsumen tahan belanja karena suku bunga acuan BI naik
ILUSTRASI. Konsumen memilih produk di sebuah pusat perbelanjaan


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6% dicermati hati-hati oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Pasalnya, secara tidak langsung pelaku usaha di sektor ritel akan mengalami dampak akibat kenaikan BI Rate tersebut, oleh karena itu, peritel harus menerapkan startegi yang tepat agar bisnisnya terus berkembang.

Roy Mandey, Ketua Umum Aprindo menyampaikan bahwa suku bunga tinggi akan membuat masyarakat menahan belanja dan membuat transaksi ritel mengalami penurunan. Namun dirinya mengatakan bahwa peritel bisa mengubah bisnis model untuk mengantisipasi peningkatan suku bungan acuan tersebut.

“Mengubah bisnis model dari yang misalnya model luasan (gerai) tertentu ya kami turunkan luasannya, varian produknya dari sekian ribu Stok Satuan Unit (SKU) kami sesuaikan jumlah SKU-nya karena kami harus efisiensi, mengubah bisnis model ini mau tak mau supaya efisien,” ujarnya di Jakarta, Rabu (21/11).

Selain itu, peritel juga berupaya untuk menjaga harga produk supaya stabil. Salah satunya dengan melakukan komunikasi dengan supplier dan manufaktur untuk menahan harga jual, sebab peningkatan harga bakal langsung berdampak ke konsumen sehingga mengurangi belanja. Oleh sebab itu saat ini peritel lebih memilih memangkas margin ketimbang meningkatkan harga jual.

“Suku bunga tinggi ini kalau manufaktur terkena dampak ya biasanya 3-4 bulan kemudian baru kami atur harga lagi. Kami ada masih ada 3-4 bulan stok dengan harga lama, setelah itu disesuaikan, dalam era suku bunga tinggi ini kenaikan harga di ritel merupakan keputusan terakhir kalau bisa efisiensi kami akan efisiensi,” lanjutnya.

Dirinya berharap suku bunga di level 6% ini tidak akan terlalu lama, dalam 3-4 bulan harapannya pemerintah mampu kembali menurunkan suku bunga. Pasalnya, industri ritel akan terdampak secara tidak langsung termasuk juga dampak terhadap tenaga kerja, PAD daerah, pajak negara. Sebab faktor penopang pertumbuhan ritel adalah tingkat konsumsi, bila tidak ada pertumbuhan maka peritel menahan ekspansinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×