Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengungkapkan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor tidak secara langsung menyentuh masalah inti impor dalam negeri, terutama yang berkaitan dengan sektor ritel.
Ketua Aprindo, Roy N Mandey, menjelaskan bahwa masalah impor dalam negeri bukan hanya terbatas pada kendala produksi. Ada juga persaingan dengan barang jadi yang masuk secara bebas ke Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa dari sudut pandang impor bahan baku, memang ada beberapa bahan yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri. Maka, wajar jika harus mengimpor bahan baku dari negara lain.
"Masalahnya bukan hanya pada ritel, tapi juga pada produksi yang terdampak karena barang-barang yang dijual di ritel membutuhkan bahan baku dan bahan penolong yang harus diimpor," kata Roy saat ditemui Kontan di kawasan Jakarta Selatan, Senin (04/06).
Baca Juga: Aprindo Sebut Iuran Tapera Akan Pengaruhi Daya Beli Masyarakat
"Saya ambil contoh aja baju yang kita pakai benangnya itu harus impor, garam yang katanya negara kita lebih banyak laut daripada pulaunya, itu pun harus impor. Kondisinya ada pelarangan atau pengaturan yang sifatnya itu mengganggu bahan baku dan bahan penolong pasti impact-nya juga ke harga barang itu sendiri dan ujung-ujungnya ke daya beli dan konsumsi," kata Roy.
"Permendag 8 ini memang sudah kembali ke peraturan yang sebelumnya, berbeda dengan Permendag 7 dan Permendag 36. Tapi dampak dari peraturan sebelumnya mengenai impor belum terselesaikan semuanya," tambah Roy.
Ia juga menyoroti kasus tertahannya kontainer-kontainer impor di sejumlah pelabuhan Indonesia beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Aprindo Beri Waktu Sebulan Tuntaskan Pembayaran Utang Rafaksi Minyak Goreng
"Sempat terhambat itu barang-barang impor sampai puluhan ribu yang tidak bisa keluar dari pelabuhan, padahal itu adalah bahan baku dan bahan penolong. Kalau bahan baku dan penolong itu tertahan maka proses produksi berkurang dan harga di ritel akan naik otomatis," ungkap Roy.
Terakhir, menurutnya Permendag No 8 Tahun 2024 tidak tepat sasaran. Sebagai contoh, masalah Jasa Titip (Jastip) dan Thrifting yang hingga saat ini belum menunjukkan kemajuan berarti.
"Permendag 8 ini yang perlu diatur malah tidak diatur, sementara yang tidak perlu diatur malah diatur. Permendag itu seharusnya banyak membahas soal jasa titip dan thrifting, makanya baju-baju bekas masih banyak beredar di pasar seperti di Senen dan Jatinegara," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News