Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengkritik kebijakan pemerintah yang kembali mempermudah impor barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 7 Tahun 2024.
Beleid ini merupakan perubahan kedua atas Permendag No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Dalam Permendag 7/2024, pemerintah kini meniadakan batasan jenis barang, jumlah barang dan kondisi barang (baru atau tidak baru). Pengaturan impor barang kiriman PMI ini akan diberlakukan surut, yaitu sejak 11 Desember 2023.
Selanjutnya, aturan terkait impor barang kiriman PMI mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 141/2023 tentang Ketentuan Impor Barang Pekerja Migran Indonesia, dengan pembebasan bea masuk paling banyak US$ 1.500 per tahun untuk PMI yang terdaftar di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI) dan paling banyak US$ 500 per tahun untuk PMI yang tidak terdaftar di BP2MI.
Baca Juga: Beleid Direvisi, Barang Bawaan Tak Lagi Dibatasi
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, keputusan pemerintah yang merelaksasi impor barang kiriman PMI adalah kemenangan bagi importir. Sebab, di Malaysia saj barang bawaan atau kiriman pekerja migrannya dibatasi maksimal US$ 90. Angka ini lebih rendah ketimbang Indonesia yang masih diberi keleluasaan membawa barang kiriman maksimal US$ 1.500.
"Itu (nilai maksimal barang kiriman PMI) setara dengan 600 piece pakaian jadi," ujar dia, Jumat (3/5).
Menurut dia, pekerja migran yang asli hanya akan membawa barang kiriman seperti pakaian dari luar negeri tidak lebih dari 20 piece. Itu pun mereka biasanya pulang tiga tahun sekali. Alhasil, APSyFI menganggap relaksasi ini justru lebih ditujukan untuk importir bukan pekerja migran.
"Bayangkan, orang yang berbisnis jasa titip (jastip) bisa memakai fasilitas ini, asalkan mereka daftar lewat situsnya Kementerian Luar Negeri," kata Redma.
Di sisi lain, APSyFI juga mengapresiasi upaya Kemendag yang berani mengeluarkan aturan sebelumnya yang membatasi impor barang bawaan penumpang berupa pakaian maksimal 5 piece per orang. Artinya Kemendang sudah memiliki visi yang sama dalam pengembangan industri manufaktur.
Baca Juga: Kemendag Kembali Merilis Revisi Aturan Perubahan Terkait Kebijakan Impor
Namun, APSyFI mengingatkan bahwa terbitnya Permendag 7/2024 bukan jaminan untuk mengurangi impor tekstil dan produk tekstil (TPT) secara masif. Sebab, impor TPT ilegal didominasi oleh para importir borongan yang pada 2024 diperkirakan mencapai US$ 4,5 miliar atau setara 37.000 kontainer setahun.
"Ini belum termasuk impor lewat barang bawaan dan barang kiriman, karena memang jenis impor ini tidak pernah tercatat sebagai ekspor di negara asal," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News