kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

APTI desak pemerintah tolak FCTC


Kamis, 16 Oktober 2014 / 16:55 WIB
 APTI desak pemerintah tolak FCTC
ILUSTRASI. Rencana Buka Beberapa Gerai Baru, Lima Dua Lima Tiga (LUCY) Bakal Investasikan Rp 6 Miliar


Reporter: Havid Vebri | Editor: Havid Vebri

Para petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendesak pemerintah untuk tidak meratifikasi kerangka kerja pengendalian produk tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Abdus Setiawan, Ketua Umum APTI menilai, ratifikasi FCTC hanya akan membunuh industri tembakau di dalam negeri.

Menurut Abdus, sejak awal FTCT bergulir memang bertujuan untuk mematikan industri tembakau. "Makanya semakin kuat desakan kami untuk meyakinkan pemerintah agar FCTC jangan sampai ditanda tangani," katanya, kemarin.

Desakan itu disampaikan seiring munculnya rencana pemberlakukan pajak tembakau secara global oleh negara-negara yang telah meratifikasi FCTC. Rencana itu muncul dalam konferensi pengurangan tembakau yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) di Moscow Conference Center belum lama ini.

Konferensi ini hadiri sekitar 175 negara yang telah meratifikasi FTCT. Dalam konferensi itu mencuat rencana untuk memberlakukan pajak cukai senilai hampir 70% dari harga jual produk tembakau. Itu berarti satu bungkus rokok seharga $10 akan dijual dengan harga lebih dari $33.

Nantinya, negara yang sudah menandatangani FCTC wajib untuk memberlakukan pajak cukai  tersebut. Keputusan mengenai rencana penerapan pajak tembakau secara global hampir pasti terealisasi setelah para delegasi konferensi mengeluarkan publik dari forum rapat.

Pejabat WHO dan delegasi berargumentasi bahwa pelarangan terhadap masyarakat diperlukan karena khawatir ada petani tembakau dan perusahaan rokok yang menyusup di antara mereka. “Saya tidak melihat manfaat kehadiran publik di dalam rapat,” ujar salah satu delegasi Amerika Selatan, seperti dikutip Wahington Post, Rabu (15/10).

Menurut Abdus, tidak sepatutnya industri tembakau dimusuhi sedemikian rupa karena tembakau dan rokok bukan produk ilegal dan tidak bikin orang mabuk. "Tidak seperti alkohol misalnya, tapi kemudian diberlakukan seperti momok," ujarnya.

Pertanian tembakau, kata dia, merupakan usaha ilegal dan pemerintah wajib melindungi setiap warganya. Terlebih industri tembakau menyumbang besar terhadap penerimaan negara melalui pajak dan cukai.

Budidoyo, Sekretaris Jendral APTI berharap, pemeirntah yang baru juga tidak meratifikasi FCTC karena hanya akan merugikan petani dan indstri tembakau dalam negeri. Menurutnya, apa yang dilakukan negara-negara yang sudah meratifikasi FCTC cenderung sudah bukan mengandalikan peradaran tembakau lagi. "Tapi sudah membunuh itu, logikanya kan sudah seperti itu," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×