Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) meminta pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi industri rokok elektrik (REL) dalam penyusunan kebijakan cukai 2026.
Ketua Umum Bidang Humas APVI Filusif Fariq Vernanda menjelaskan, sektor REL menyerap 100.000–150.000 tenaga kerja dari mayoritas pelaku UMKM, meski bukan termasuk kategori industri padat karya seperti rokok konvensional.
“Setiap kenaikan cukai di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih berpotensi mengganggu kelangsungan usaha para pelaku industri REL, serta berdampak pada keberlangsungan tenaga kerja di dalamnya,” ujar Fariq kepada Kontan, Selasa (23/9/2025).
APVI menilai, kebijakan cukai yang terlalu membebani dapat memicu pergeseran konsumsi masyarakat ke produk ilegal yang juga sudah terlihat di industri rokok konvensional.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Sebut Tarif Cukai Rokok 2024 Masih Dalam Pembahasan
Hal itu tercermin dari kajian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang mencatat peredaran rokok ilegal mencapai 6,9% pada 2023, lalu melonjak hingga 46% pada 2024 menurut riset Indodata Research Center.
Kondisi tersebut, menurut Fariq, membuktikan bahwa kebijakan fiskal yang tidak seimbang justru membuka ruang bagi maraknya produk ilegal. “Karena itu, akses masyarakat terhadap produk REL yang legal, terjamin mutu, dan diawasi pemerintah harus tetap dijaga,” tegasnya.
APVI mengapresiasi keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai pada 2025. Namun, secara keseluruhan asosiasi berharap kebijakan serupa dapat dipertahankan setidaknya hingga tiga tahun ke depan.
“Langkah ini merupakan pilihan paling tepat untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dengan keberlangsungan industri REL. Terlebih, sejalan dengan arah kebijakan fiskal Kementerian Keuangan yang menegaskan tidak akan menaikkan tarif pajak maupun menambah jenis pajak baru di 2026,” imbuhnya.
Saat ini Fariq menyebut prospek industri REL bakal melambat hingga akhir 2025. Katalis pendorong kinerja negatif tersebut di antaranya ialah penurunan daya beli masyarakat, regulasi nonfiskal yang semakin ketat, serta bayang-bayang potensi kenaikan cukai.
“Selain itu, meningkatnya peredaran rokok ilegal menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan industri yang patuh aturan. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan hanya pelaku usaha legal yang terdampak, tapi juga penerimaan negara,” tutur Fariq.
Baca Juga: Soal Kebijakan Cukai Rokok 2026, Kemenkeu Pastikan Pertimbangan Masukan Pengusaha
Selanjutnya: Ketum Apindo: Proses Perundingan IEU CEPA Sudah Berlangsung 15 Tahun
Menarik Dibaca: Ini Oppo Reno 14 Didukung Fast Charging 80 Watt dan Baterai Jumbo 6.000 mAh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News