Sumber: TribunNews.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pemangku kepentingan memberikan solusi kepada pemerintah terkait kebijakan eksesif atas tarif cukai rokok yang berdampak di sektor hulu dan hilir mata rantai tembakau.
Anggota Komisi XI DPR, Eric Hermawan menduga pemerintah selama ini hanya memikirkan target penerimaan tanpa mempertimbangkan dampak kenaikan cukai rokok.
"Pemerintah ambil uangnya dari cukai rokok, tanpa memperdulikan nasib industri rokok. Ini harus dibenahi, makanya cukai itu harus dibuat stabil, sehingga pertumbuhan rokok pun akan tumbuh. Bahwa kebijakan cukai hasil tembakau ini perlu dikaji ulang," jelas Eric dikutip Selasa (13/5/2025).
Baca Juga: Ekonom Dorong Pemerintah Kerek Tarif Cukai Rokok pada 2026
Kebijakan cukai rokok yang eksesif juga mendapat sorotan ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji.
"Tiga juta petani tembakau sangat menaruh harapan besar kepada Bapak Presiden Prabowo yang bervisi menjaga kedaulatan nasional dengan manifestasi melindungi hak-hak kedaulatan ekonomi, sosial, budaya petani tembakau dari agenda asing (proxy war)," kata Agus.
Menurut Agus, dalam situasi ekonomi yang tidak sedang baik-baik saja, DPN APTI memohon Presiden Prabowo Subianto mengkaji ulang kebijakan cukai rokok yang eksesif.
Sebab, instrumen cukai sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya industri kretek nasional yang berefek domino terhadap petani tembakau dan cengkeh.
"Kebijakan cukai yang eksesif, negara bisa kehilangan penerimaan cukai sekitar 10% dari total APBN, yang sebenarnya bisa menjadi sumber pendanaan program pemerintah," tegasnya.
Baca Juga: Nojorono Kudus Sambut Positif Pembatalan Kenaikan Cukai Rokok
Bupati Temanggung, Agus Setyawan berpandangan, tembakau memiliki multiplier effect yang tinggi sekaligus masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian daerah.
Di tengah himpitan masalah regulasi terkait pertembakauan yang memicu turunnya daya beli masyarakat terhadap produk rokok. Dampaknya, kondisi pabrikan rokok masih belum stabil lantaran cukai rokok yang kian tinggi.
“Naiknya cukai rokok menurunkan daya beli masyarakat terhadap produk hasil tembakau, sehingga serapan bahan baku oleh pabrikan di tingkat petani juga menurun. Posisi tawar tembakau kita masih belum baik-baik saja. Padahal bahan baku tembakau hanya bisa diserap oleh pabrikan rokok," ujarnya.
Baca Juga: Cukai Rokok Batal Naik, Angin Segar Bagi Emiten Rokok Indonesia
Data Kementerian Keuangan menyebutkan, dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang tahun 2024 ditemukan bahwa rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44%, disusul palsu sebesar 1,95%, salah peruntukan (saltuk) 1,13%, bekas 0,51%, dan salah personalisasi (salson) 0,37%.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pemerintah Diminta Melakukan Kaji Ulang Kebijakan Cukai Rokok, Ini Alasannya, https://www.tribunnews.com/bisnis/2025/05/13/pemerintah-diminta-melakukan-kaji-ulang-kebijakan-cukai-rokok-ini-alasannya.
Selanjutnya: OJK Catat Literasi Pergadaian Capai 54,74% Namun Inklusinya Baru 8,23%
Menarik Dibaca: 4 Rekomendasi Cysteamine Cream yang Ampuh dan Aman, Sudah Berizin BPOM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News