Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu perubahan skema pembayaran klaim rumah sakit (RS) untuk pelayanan pasien Covid-19 masih terus bergulir. Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) pun mengkritik rencana pemerintah terkait aturan baru pembayaran klaim RS Covid-19.
Dalam berita sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana menerbitkan aturan baru sebagai bentuk revisi atas Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/Menkes/5673/2021 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19. Aturan ini dikabarkan akan berlaku surut yakni sejak awal Januari 2022.
“Pemberlakuannya tidak boleh mundur. Masa sosialisasinya bulan April, tapi diberlakukan mundur ke Januari lalu,” kata Sekretaris Jenderal ARSSI Ichsan Hanafi, Rabu (13/4).
Baca Juga: Begini Respons ARSSI Terkait Kabar Pemotongan Pembayaran Klaim RS Covid-19
Belum lagi, lewat peraturan baru nanti, Kemenkes direncanakan akan memotong pembayaran klaim RS Covid-19. Kembali mengutip berita sebelumnya, Kemenkes beralasan tarif pembayaran klaim RS Covid-19 akan disesuaikan berdasarkan hari perawatan. Dalam hal ini, perawatan pasien akibat varian Omicron lebih pendek dibandingkan dengan pasien varian Delta.
Di samping itu, biaya perawatan pasien Covid-19 akan dialihkan ke BPJS Kesehatan. Pemerintah pun menyebut, pemotongan klaim tersebut bukan berarti pemerintah tidak menjamin biaya pengobatan pasien Covid-19.
Ichsan menyebut, pembayaran klaim RS untuk perawatan Covid-19 telah menggunakan aplikasi INA-CBG sejak 1 Oktober 2021 berdasarkan KMK No. HK.01.07/Menkes/5673/2021 lalu. Alhasil, bukan perkara sembarangan apabila pemerintah mengubah kebijakan tarif pembayaran klaim RS tersebut.
Baca Juga: ARSSI Perjuangkan Klaim Biaya Penangangan Covid-19 yang Dianggap Tidak Valid
Dalam beleid tersebut, komponen tarif INA-CBG mencakup administrasi pelayanan, akomodasi seperti kamar, ruang rawat inap, ruang gawat darurat, dan ruang isolasi, jasa dokter, tindakan di ruangan, pemakaian ventilator, pemeriksaan penunjang diagnostik, bahan medis habis pakai, obat-obatan, alat kesehatan termasuk alat pelindung diri di ruangan, dan ambulan rujukan.
Yang terang, ARSSI menilai bahwa rencana pemotongan pembayaran klaim RS Covid-19 oleh pemerintah jelas merugikan pihak rumah sakit, apalagi kabarnya pemerintah hanya akan membayar klaim sebesar 30% saja. Padahal, rumah sakit telah menggelontorkan dana yang tak sedikit untuk membeli obat-obatan, honor tenaga kesehatan, dan infrastruktur lainnya terkait penanganan Covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News