Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Terpisah, Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno juga mengklaim bahwa anggota IMA yang menambang di Kalsel sudah menjalankan aturan dan kaidah pertambangan, termasuk melakukan reklamasi.
"Tentunya ada tambang lain yang bukan anggota IMA, sehingga sangat sukar untuk dikontrol apakah mereka mengikuti aturan tambang yang benar atau tidak," kata dia kepada Kontan.co.id, Rabu (20/1).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan bahwa ada 91 produsen batubara yang menjadi anggota APBI di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, ada 17 perusahaan pemegang PKP2B dan IUP yang berlokasi di Kalsel.
"Sedangkan di Kalsel jumlah pemegang izin saja mencapai lebih dari 180 perusahaan," kata Hendra.
Tak dipungkiri ketika terjadi suatu bencana banjir atau longsor di wilayah kaya tambang, banyak pihak yang menghubungkan bencana dengan adanya perubahan ekosistem, hingga dikaitkan dengan lubang tambang.
"Dalam hal ini BNPB masih mengkaji apakah ada keterkaitan antara aktivitas tambang tersebut dengan banjir," ungkap Hendra.
Baca Juga: Bumi Resources (BUMI) patok produksi batubara naik 5% pada 2021, ditopang permintaan
Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, banjir parah di Kalsel tak lepas dari eksploitasi pertambangan batubara, perkebunan sawit dan industri ekstraktif lainnya yang merampas ruang dan merusak lingkungan.
Merah menjelaskan, dari 3,7 juta ha luas Kalsel, sebanyak 1,2 juta atau 33% lahan di Kalsel dikuasai oleh pertambangan batubara. Lalu, sekitar 620.000 ha atau 17% lahan di Kalsel dikuasai oleh Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit berskala besar.
"Jadi kalau ditotal (luas lahan tambang batubara dan sawit) itu sudah 50% ditambah lagi dengan perizinan industri ekstraktif lainnya," kata Merah kepada Kontan.co.id, Rabu (20/1).
Dari sisi pertambangan saja, Merah menyebutkan, terdapat 789 izin pertambangan batubara. Dari izin yang digelontorkan oleh pemerintah itu, Merah mencatat, 553 merupakan izin pertambangan yang non clean n clear (CnC), sisanya sebanyak 236 Izin Usaha Pertambangan (IUP) berstatus CnC.
"Jadi penyebab utamanya (bencana banjir) menurut kami ya alih fungsi lahan oleh perusahaan tambang," sebut Merah.
Selanjutnya: Dorong pemanfaatan DME, pemerintah targetkan stop impor LPG di 2030
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News