kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

AS keluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang, begini dampaknya ke ekspor RI


Jumat, 21 Februari 2020 / 17:22 WIB
AS keluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang, begini dampaknya ke ekspor RI
ILUSTRASI. Aktivitas bongkar muat di Terminal Petikemas Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (3/1). Amerika Serikat (AS) resmi mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang atawa Developing and Least-Developed Countries (LGDCs) sejak 10 Februari 2020. KONTAN/


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat (AS) resmi mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang atawa Developing and Least-Developed Countries (LGDCs) sejak 10 Februari 2020. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) melihat akan ada ancaman menurunnya ekspor Indonesia ke Amerika. 

Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Shinta W Kamdani menilai keputusan Amerika mempengaruhi ekspor Indonesia secara signifikan. 

Baca Juga: Amerika masukkan Indonesia dalam daftar negara maju, ini kata Menko Airlangga

"Pertama, manfaat fasilitas sistem tarif preferensial umum (Generalized System of Preference/GSP) AS untuk produk ekspor asal Indonesia akan hilang seluruhnya karena berdasarkan aturan internal AS terkait GSP, fasilitas ini hanya diberikan kepada negara yang mereka anggap sebagai LDCs dan negara berkembang," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (21/2). 

Shinta melihat dengan adanya redesignation Indonesia sebagai negara maju oleh AS, secara logika Indonesia tidak lagi berhak (eligible) sebagai penerima GSP apapun hasil akhir dari kedua review GSP yang sedang berlangsung terhadap Indonesia.

Tentu dengan dianulirnya fasilitas GSP, menurut Shinta memberikan efek gulir yang signifikan. Salah satunya, semua produk ekspor Indonesia akan rentan terkena tuduhan subsidi perdagangan berdasarkan ketentuan subsidy & countervailing measures AS. 

Baca Juga: Akhir Januari 2020, utang pemerintah naik menjadi Rp 4.817,55 triliun

Shinta menjelaskan, produk-produk Indonesia yang dianggap memiliki keunggulan komparatif di pasar AS, misalnya berdasarkan penguasaan market shares atau keluhan pelaku usaha AS, akan rentan terkena penyelidikan subsidi perdagangan oleh Amerika.

Shinta menyatakan meskipun konteksnya hanya penyelidikan, pembukaan penyelidikan subsidi secara otomatis akan langsung mengenakan tambahan tariff anti subsidi di atas tarif  most favoured nation (MFN) sampai sidang menyatakan bahwa produk yg diselidiki tersebut bebas subsidi.

Oleh karena itu, Shinta menilai kerugian pangsa pasar di AS bisa menjadi sangat signifikan dan tiba-tiba karena  penyelidikan ini bisa dimulai kapan saja. Begitu dimulai, pangsa pasar ekspor dan kinerja ekspor Indonesia serta-merta turun drastis seperti yang terjadi dengan kasus penyelidikan subsidi AS terhadap biofuel asal Indonesia.

Baca Juga: Kementerian ESDM surati Kemendag soal wajib kapal ekspor batubara

"Kalau ini terjadi pada banyak komoditas yang dijual ke AS, kinerja ekspor RI-Amerika bisa turun dengan signifikan dan kemungkinan besar tidak bisa naik lagi," tegasnya.  

Hal ini bisa terjadi karena Shinta melihat  karakter AS dalam mengenakan tariff anti dumping & anti subsidi sangat tinggi, bisa mencapai 300% di atas tarif MFN. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×