Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Dampak kabut asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan berdampak bagi bisnis penerbangan.
Seperti yang dialami PT Garuda Indonesia Tbk yang melaporkan kerugian akibat terpapar asap dari api nan tak kunjung padam.
Arif Wibowo, Presiden Direktur PT Garuda Indonesia Tbk bilang, kabut asap membuat Garuda Indonesia sulit mencapai target pendapatan maksimal.
Sebab, banyak penerbangan ditutup karena asap menutupi sekujur bandara.
"Kami mengalami opportunity lost hampir US$ 8 juta," kata Arif, Jumat (23/10).
Kerugian akibat kabut asap ini berasal entitas bisnis Garuda Indonesia US$ 6 juta dan US$ 2 juta dari anak usahanya, Citilink Indonesia.
Dari sisi kategori, kerugian US$ 6 juta berasal dari kegagalan berangkat dan US$ 2 juta karena biaya untuk kru, katering dan penanganan pesawat.
Dus, akibat asap ini pendapatan Garuda Indonesia sampai September 2015 tak memuaskan.
Arief bilang, sampai kuartal III-2015 mereka hanya mencatat kenaikan pendapatan 0,5% menjadi US$ 2,84 miliar ketimbang pendapatan periode sebelumnya senilai US$ 2,81 miliar.
Menurut Arif, seandainya tak ada asap yang menyelimuti sebagian Nusantara, setidaknya Garuda Indonesia bisa mengejar pertumbuhan 5%.
Sampai akhir tahun ini, Arif memproyeksikan kenaikan pendapatan tak berbeda jauh dari yang diraih saat ini.
Terkait asap yang masih berlarut-larut ini, Arif telah menyiapkan antisipasi guna menekan kerugian.
Adapun jurus yang dipersiapkan Arief adalah, mengatur penempatan pesawat di bandara lebih awal dari jadwal.
Strategi pengaturan pesawat ini juga diterapkan Citilink, selaku anak usaha Garuda Indonesia.
Albert Burhan, Presiden Direktur Citilink Indonesia bilang, pengaturan penempatan pesawat berpengaruh signifikan terhadap operasional maskapainya.
Dengan strategi ini, Citilink bisa mengurangi kerugian 10% dari kerugian sebelumnya.
Sebab, saat ada penutupan penerbangan karena asap, armada yang siap terbang langsung dialihkan ke rute lain.
"Jika tahun depan masih ada kabut asap, kami berniat bikin plane B. Sehingga kami lebih siap," terangnya.
Walaupun dari pencapaian pendapatan tak maksimal, tetapi Garuda Indonesia beruntung bisa keluar dari kerugian.
Sampai akhir kuartal III-2015, maskapai ini meraih laba US$ 51,4 juta.
Adapun pada periode yang sama tahun lalu, Garuda Indonesia mencatat rugi US$ 220,1 juta.
I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, Direktur Keuangan Garuda Indonesia bilang, mereka meraup laba karena ada penurunan biaya operasional.
Sampai kuartal III-2015, Garuda Indonesia menurunkan biaya 11,8% dari US$ 3,08 miliar menjadi US$ 2,72 miliar.
Penurunan biaya operasional berasal dari penurunan harga avtur yang menurunkan beban bahan bakar 31% menjadi US$ 806,5 juta ketimbang beban avtur periode yang sama tahun lalu US$ 1,17 miliar.
"Saat pendapatan rendah, tetapi beban operasional turun, maka kami akan untung," jelas Gusti.
Minim ekspansi
Memasuki kuartal terakhir tahun ini, Garuda Indonesia tak agresif berekspansi.
Akhir tahun ini, Garuda Indonesia hanya menambah frekuensi terbang dan tidak menambah rute terbang baru.
"Baru Januari 2016 ada pembukaan rute baru, yaitu Bali-Shanghai," kata Arief.
Kendati demikian, akhir tahun ini Garuda Indonesia dijadwalkan menerima lima pesawat baru.
Dengan penambahan armada ini, sampai akhir tahun Garuda Indonesia akan mengoperasikan 187 pesawat.
Selain armada baru, Garuda Indonesia bersiap revaluasi aset guna memanfaatkan potongan pajak yang diberikan pemerintah lewat paket kebijakan V.
Gusti bilang, revaluasi tahap awal dilakukan untuk aset tanah dan bangunan.
"Memang kami punya aset pesawat dan mesin, tapi revaluasi-nya kami tunda dulu karena acuannya dollar, sementara rupiah lemah," ujar Gusti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News