Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keterjangkauan dalam mengakses produk tembakau alternatif menjadi elemen kunci untuk mendorong perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko daripada rokok.
Hal ini menjadi salah satu pembahasan utama dalam diskusi virtual peluncuran laporan “Global State of Tobacco Harm Reduction (GSTHR) 2020: Tobacco Harm Reduction: A Burning Issues for Asia” yang diselenggarakan pada akhir pekan lalu.
Joaqui Gallardo, Juru Bicara Vaper AKO Filipina, menyatakan pemerintah memiliki peran krusial untuk menciptakan elemen kunci tersebut. Jika pemerintah menetapkan tarif cukai yang terlampau tinggi dan membatasi akses melalui regulasi yang terlampau ketat, maka peralihan perokok dewasa dari rokok ke produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, akan sulit terealisasi. Hal ini bakal menyebabkan prevalensi merokok tetap tinggi.
Baca Juga: Industri hasil tembakau disebut pincang, ini alasannya
“Penting bagi pemerintah untuk melihat manfaat dari pengurangan bahaya tembakau dan mempertimbangkan hal tersebut dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tentang produk tembakau alternatif,” kata Joaqui dalam diskusi tersebut.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Aliansi Vaper Indonesia (AVI) Johan Sumantri, menyatakan, dari aspek harga, produk tembakau alternatif di Indonesia masih terkesan sangat premium. Hal ini dikarenakan tarif cukainya yang terlalu tinggi, yakni 57%.
“Jauh di atas rokok. Secara bahan baku juga masih mahal,” kata Johan yang turut berpartisipasi sebagai peserta dalam diskusi GSTHR.
Belum lagi, konsumen dewasa harus berinvestasi untuk membeli alat elektronik yang digunakan bersama dengan produk tembakau alternatif.
Selain harga yang masih tinggi sehingga memberatkan konsumen, kondisi tersebut juga membebani para pelaku usaha. Ditambah lagi minimnya dukungan pemerintah.