kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asosiasi Panas Bumi Sebut Perlu Waktu untuk Menilai Dampak Konkret Perpres EBT


Senin, 19 September 2022 / 19:40 WIB
Asosiasi Panas Bumi Sebut Perlu Waktu untuk Menilai Dampak Konkret Perpres EBT
ILUSTRASI. Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menilai, dibutuhkan waktu beberapa bulan ke depan untuk melihat dampak Perpres EBT.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menilai, dibutuhkan waktu beberapa bulan ke depan untuk melihat dampak lebih lanjut dari rilisnya Peraturan Presiden (Perpres) No 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Priyandaru Effendi menyampaikan, tarif listrik dari panas bumi yang tertera dalam Perpres Energi Baru Terbarukan (EBT) sebenarnya belum sesuai dengan proposal yang diajukan oleh API.

API pun sebenarnya sempat meminta supaya tarif listrik dari panas bumi menggunakan skema Feed in Tariff. Namun, dalam Perpres tersebut pemerintah menerapkan skema harga patokan tertinggi (HPT) yang membuat para investor perlu melakukan negosiasi terlebih dahulu untuk menentukan tarif yang sesuai.

“Tetapi, kami belum bisa bilang bahwa tarif listrik di Perpres tersebut lebih baik atau sebaliknya, termasuk kalau dibandingkan dengan tarif listrik EBT di negara lain, karena perlu dicek juga biaya-biaya lain penentu tarif tersebut,” kata Priyandaru, Senin (19/9).

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Aturan Turunan Pensiun Dini PLTU

Kendati belum sesuai harapan, API mensyukuri bahwa tarif listrik EBT yang ada di Perpres tersebut dibarengi oleh pemberian sejumlah insentif oleh pemerintah kepada para pelaku usaha EBT, termasuk panas bumi.

Dalam Pasal 22 Perpres 112/2022 disebutkan bahwa badan usaha diberikan insentif dalam bentuk fiskal maupun nonfiskal untuk pelaksanaan pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan.

Khusus insentif fiskal, dalam Pasal 22 ayat (2) disebutkan pemerintah akan memberikan fasilitas pajak penghasilan, fasilitas impor berupa pembebasan bea masuk impor dan/atau pajak dalam rangka impor, fasilitas pajak bumi dan bangunan, dukungan pengembangan panas bumi, serta dukungan fasilitas pembiayaan dan/atau penjaminan melalui BUMN yang ditugaskan pemerintah.

Kemudian, dalam Pasal 22 ayat (3) disebutkan bahwa insentif nonfiskal akan diterima badan usaha baik melalui pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Priyandaru bilang, pihaknya sedang menunggu aturan turunan Perpres 112/2022, termasuk mengenai penjelasan lebih lanjut insentif yang akan diberikan pemerintah kepada para investor panas bumi di Indonesia. Setelah aturan turunan tersebut keluar, barulah Perpres EBT tadi bisa lebih mudah dinilai dampaknya secara menyeluruh.

“Aturan-aturan turunan ini kami sedang tunggu, karena ini menyangkut kepastian bisnis panas bumi,” tandas dia.

Sebagai catatan, dalam Perpres 112/2022 pemerintah menetapkan harga pembelian tenaga listrik Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan skema Harga Patokan Tertinggi (HPT). Harga tersebut kemudian dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan besaran kapasitas PLTP yang bersangkutan.

Contohnya, untuk PLTP berkapasitas 1 megawatt (MW) sampai dengan 10 MW, harga pembelian listrik PLTP dipatok sebesar US$ 0,098 per kWh untuk tahun pertama sampai kesepuluh. Sedangkan untuk tahun ke-11 sampai ke-30 harga pembelian listriknya dipatok sebesar US$ 0,083 per kWh.

Baca Juga: Kembangkan Energi Terbarukan, Adaro Power Sambut Baik Perpres 112 Tahun 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×