kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Atasi krisis listrik, DPR usul bentuk holding PLN


Rabu, 04 Mei 2016 / 12:22 WIB
Atasi krisis listrik, DPR usul bentuk holding PLN


Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Banyaknya daerah yang masih kekurangan listrik bahkan belum menikmati listrik sama sekali, mendorong Komisi VII DPR yang membidangi energi mengusulkan pembentukan holding di tubuh PT PLN (Persero).

Seperti diungkapkan Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Nazarudin Kiemas. Ia mengaku sudah berulangkali meminta kepada Pemerintah agar PLN berbentuk Regional.

"Sejak tahun 2010 kami sudah bicara banyak tapi tidak ditanggapi oleh Pemerintah Pusat. Sudah diusulkan agar PLN berbentuk Regional, seperti Regional Jawa, Sumatera, Kalimantan dan seterusnya. Dan PLN Pusat bertindak sebagai Holding," kata Nazarudin, Selasa (3/5).

Menurut Nazarudin, dengan bentuk holding atau regional, maka investasi di daerah untuk sektor pembangkit dapat berkembang dan untung-ruginya bisa ketahuan.

"Untung rugi regional jangan dicampuradukkan dengan yang di Pulau Jawa. Pemerintah Daerah bisa investasi menjadi milik regional tersebut, dan antar Regional bisa saling berjualan," kata Nazarudin.

Lebih lanjut, Nazarudin menyampaikan, bahwa kondisi tersebut tidak akan menimbulkan permasalahan seperti sekarang ini, di mana kerugian di Kalimantan harus ditanggung oleh Pulau Jawa.

"Padahal di Kalimantan ini tidak perlu pakai Genset, bisa bangun PLTA," kata Nazarudin.

Hal senada disampaikan oleh anggota Komisi VII lainnya, Ridwan Andi Wittiri. Menurutnya, konsep PLN Regional tersebut seperti yang terjadi dengan Pelindo dan Angkasa Pura.

"Pelindo sampai saat ini tidak ada Pelindo Pusat, selalu ada Regionnya. Jadi PLN gak usah mengurusi dari Sabang sampai Merauke, jadi fokus," kata Andi.

Ia menambahkan, begitu banyaknya masalah di masyarakat terkait byar-pet nya listrik disebabkan karena harus menunggu perintah dari PLN Pusat.

"Begitu banyaknya masalah di masyarakat, selalu argumennya PT PLN GM nya selalu bilang kami hanya menunggu perintah atau ini putusan dari Pusat. Itu selalu yang disampaikan," imbuh dia.

Terkait kondisi kelistrikan di Kalimantan, dimana sehari bisa terjadi pemadaman sampai 4 kali, Andi menyampaikan agar Pemerintah Daerah memberikan usulan solusi untuk rencana umum pembangkit listrik dan menyampaikannya ke Pemerintah Pusat.

Gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambrie membandingkan posisi monopoli PLN dengan Pertamina yang sudah tidak monopoli lagi, antara lain di sektor SPBU.

"Di era 1970 dan 80-an, SPBU Pertamina jelek sekali, dan setelah didatangkan pesaing seperti Petronas dan Shell, kini SPBU Pertamina mengalahkan milik Petronas dan Shell" kata Irianto.

Kendati, masih banyak yang harus dibenahi oleh Pertamina, khususnya di wilayah Kalimantan Utara, di mana aset-aset tua milik Pertamina yang rentan menimbulkan masalah sosial dan lingkungan serta dari pengelolaan gas dan LPG.

Terkait dengan pengelolaan gas, Irianto meminta perhatian dari semua pihak terutama dukungan politis dari DPR RI mengingat kondisi Kalimantan Utara sebagai daerah penghasil minyak dan gas namun masyarakat belum menikmati kesejahteraan secara langsung, apalagi posisi Kalimantan Utara yang berada di perbatasan dengan Malaysia.

"Kemarin saya ke Bunyu, pihak Pertamina menyampaikan bahwa mereka telah melakukan CSR untuk menyalurkan gas ke Rumah Tangga, namun berdasarkan informasi dari Pak Rahman Tadeka, anggota DPRD Kaltara, ternyata baru pipanya saja yang ada tapi gasnya belum mengalir," katanya.

Irianto menyayangkan pengelolaan LPG dan BBM di wilayah perbatasan dan minta agar Pertamina untuk bekerja lebih keras lagi dan bukan bicara masalah untung rugi karena hal ini menyangkut harga diri bangsa.

"Kami mohon semua pihak dapat menindaklanjuti, dan agar Pertamina membangun SPBE dan menambah jumlah SPBU serta lebih cermat dalam menentukan quota" kata Irianto.

Irianto menjelaskan kepada anggota Dewan yang hadir bahwa quota LPG kadang tidak bisa dipenuhi, dan bahkan masyarakat di wilayah perbatasan seperti di Sebatik dan Nunukan misalnya, selama ini lebih suka membeli LPG 50 kg dari Malaysia yang relatif lebih mahal karena yakin ukurannya tidak dicuri.

Permasalahan utama di wilayah perbatasan seperti Kalimantan Utara ini adalah jika Malaysia menutup perdagangan lintas batas sehingga masyarakat kesulitan menjual maupun membeli kebutuhan pokok sehari-hari termasuk LPG.

"Kalau Malaysia menutup perbatasannya maka masyarakat kita akan kelimpungan, dan itu terjadi hampir tiap tahun. Oleh karena itu kami mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar ada kebijakan khusus di wilayah perbatasan, yaitu dengan dibentuknya Badan Otorita dengan Inpres khusus" kata Irianto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×