kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan bahan bakar rendah sulfur perlu segera diterapkan


Senin, 18 November 2019 / 18:02 WIB
Aturan bahan bakar rendah sulfur perlu segera diterapkan
ILUSTRASI. Pengisian bahan bakar di SPBU Pertamina, Jakarta Selatan, Jumat (9/8).


Reporter: Dimas Andi | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. International Maritime Organization (IMO) mewajibkan industri pelayaran untuk menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur sebesar 0,5% mulai 1 Januari 2020 nanti. Program ini dinilai dapat memberi dampak positif bagi lingkungan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengapresiasi langkah IMO. Sebab, penurunan kandungan sulfur pada bahan bakar dari 3,5% menjadi 0,5% dapat membuat emisi dari kapal dapat berkurang sekitar 77%.

Baca Juga: Pertamina atasi antrian solar bersubsidi di wilayah Biak

Alhasil, dampak negatif sulfur terhadap kesehatan manusia dapat berkurang, terutama yang tinggal di sekitar perairan atau pantai. Kualitas udara pun dapat diperbaiki. “Kalau menurut IMO, pengurangan kandungan sulfur dalam aturan ini bisa mencegah 577.000 kematian prematur dan risiko hujan asam,” ungkap dia, Senin (18/11).

Ia menambahkan, sejatinya IMO pernah menyampaikan bahwa rata-rata kandungan sulfur pada residu bahan bakar global mencapai 2,65% pada 2011 lalu. Dari situ, seharusnya ada perbaikan untuk industri kapal domestik secara bertahap sejak bertahun-tahun lalu sebagai antisipasi aturan baru IMO di 2020 nanti.

Pemerintah juga dinilai perlu memastikan aturan standar bahan bakar kapal rendah sulfur segera berlaku bagi industri perkapalan domestik. Terlebih, produsen bahan bakar dalam negeri seperti Pertamina kabarnya sudah siap memproduksi Marine Fuel Oil (MFO) sesuai standar kandungan sulfur dari IMO.

Jika tidak segera diimplementasikan, maka kapal mesti menggunakan scrubber atau peralatan tambahan untuk mengurangi kandungan sulfur pada gas buangan kapal. “Artinya ada tambahan investasi untuk pengusaha kapal dan ini berarti bisa menjadi beban tambahan,” ujar Fabby.

Baca Juga: Pertamina atasi antrian solar bersubsidi di Biak jelang Natal dan tahun baru

Lebih lanjut, beberapa jenis kapal juga memerlukan penyesuaian mesin apabila kewajiban penggunaan bahan bakar dengan kandungan sulfur 0,5% diterapkan. Misalnya, kapal dengan heavy fuel oil (HFO).

Kapal tersebut selain perlu mengganti mesin yang cocok untuk standar bahan bakar menurut IMO, juga perlu menambah scrubber. Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Logindo Samudramakmur Tbk (LEAD) Adrianus Iskandar mengaku, pihaknya masih mempelajari ketentuan bahan bakar rendah sulfur menurut standar IMO.

Di samping itu, urusan pengisian bahan bakar kapal milik LEAD sebenarnya menjadi tanggungan para penyewa.

Adrianus menyebut, ada beberapa aspek yang dipertimbangkan oleh LEAD terkait implementasi bahan bakar berkadar sulfur 0,5%. Mulai dari aspek kepatuhan terhadap aturan baru tersebut hingga kebutuhan peralatan khusus pada kapal untuk mendukung penggunaan bahan bakar rendah sulfur.

Baca Juga: Pertamina monitoring pasokan solar di Priangan Timur

“Kami pertimbangkan kemungkinan perlu atau tidaknya ditambahkan alat untuk memonitor kandungan sulfur atau filter buangan dari sulfur tersebut,” terang dia, hari ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×