kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan holding BUMN tambang digugat ke MA


Selasa, 02 Januari 2018 / 11:15 WIB
Aturan holding BUMN tambang digugat ke MA


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat BUMN, termasuk di dalamnya  Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi) akan menggugat aturan yang mendasari pembentukan holding BUMN Tambang, Aturan yang digugat  itu adalah PP No. 47 Tahun 2017 tentang penambahan penyertaan modal negara ke PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Berkas gugatan siap dikirim ke Mahkamah Agung (MA) pekan ini.

Pakar hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanagara Ahmad Redi mengatakan gugatan tersebut dilayangkan karena PP No. 47/2017 bertentangan dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Menurut dia, pembentukan holding BUMN Pertambangan juga menyalahi aturan lantaran tidak melibatkan DPR. Selain itu, lepasnya status Persero pada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Timah Tbk (TINS). bisa menghilangkan pengawasan negara secara langsung.

Jangan lupa, BUMN Persero itu berdiri tidak hanya mencari profit, tapi juga untuk public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik kepada rakyat Indonesia. "Akibat holding ini, PTBA, Antam, dan Timah tidak ada PSO lagi," katanya kepada KONTAN, Minggu (31/12). 

Selain itu, akibat hilangnya status Persero, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa langsung masuk ke PTBA, Antam, dan Timah. Anak usaha Inalum tersebut juga tidak akan bisa menikmati kebijakan-kebijakan khusus di sektor pertambangan yang hanya berlaku bagi BUMN. "Secara konstitusional, cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak di sektor pertambangan tidak dikuasai negara lagi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945," paparnya.

Redi memastikan, beberapa pihak yang ikut menggugat antara lain pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, Direktur Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). "Gugatan disegerakan pada pekan pertama atau kedua Januari ini," tandasnya.

Salah satu penggugat lain Agus Pambagio membenarkan rencana gugatan tersebut. Namun ia belum bisa bicara lebih luas lagi. "Langkah kami ini sebagai dukungan kepada Kahmi," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (1/1).

Sedangkan anggota Komisi VI DPR, dari Fraksi Partai Gerindra Bambang Haryo mengatakan, pembentukan holding BUMN akan membuat kinerja perusahaan khususnya anak holding BUMN menjadi buruk. "Kami mempertanyakan, manfaat pemerintah membentuk holding BUMN. BUMN yang ada saat ini sudah dalam holding dari sisi kinerja bukannya membaik, namun malah terpuruk," ungkap Bambang kepada KONTAN, Senin (1/1).

Ia menyodorkan contoh dalam holding perkebunan. Sebelum PT Perkebunan Nusantara (PTPN) digabung dalam sebuah holding, mereka masih meraup untung Rp 350 miliar.

Tapi setelah  dalam satu holding, bukan untung malah mengalami kerugian. "Pada tahun 2016 lalu holding Perkebunan rugi Rp 2 trilun, padahal sebelum menjadi holding untung. Tak hanya rugi, utang holding perkebunan juga meningkat menjadi Rp 60,2 triliun pada tahun 2016," ungkapnya.

Sayang, setelah dikonfirmasi terkait dengan gugatan, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno tidak menjawab. Tapi dia pernah bilang status Antam, PTBA, dan Timah setelah masuk ke holding BUMN pertambangan bukan lagi BUMN. 

Namun ketiganya masih seperti BUMN dan dikuasai oleh negara. "De jure bukan BUMN, tapi de facto masih. Yang namanya Persero di belakang itu kalau punya saham dwiwarna dan mayoritas langsung milik negara," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×