Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Asosiasi menilai beleid perhitungan takaran kandungan dalam negeri (TKDN) untuk ponsel 4G yang terus berubah disebabkan oleh konflik kepentingan dua perusahaan ponsel besar, yakni Apple dan Samsung.
Lee Kang Hyun, Wakil Ketua Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) menganggap aturan ini menguntungkan sebagian pihak saja, terutama Apple yang sejak awal tidak ingin membangun pabrik di Indonesia. “Semua orang tahu itu. Tapi, pemerintah maunya begitu. Kita bisa buat apa?” keluhnya kepada KONTAN, Selasa (14/6).
Ketua Asosiasi Importir Seluler Indonesia (AISI) Eko Nilam sependapat dengan Lee. Eko menilai ada tarik-menarik kepentingan dua perusahaan besar yakni Samsung dan Apple di balik labilnya pemerintah.
“Pasar Indonesia yang sangat besar menarik bagi asing. Makanya, berebutlah mereka. Masing-masing menggunakan pengaruhnya. Kalau Amerika Serikat lebih kuat dari segi politiknya. Sementara pesaingnya punya investasi yang lebih besar dan riil di Indonesia,” kata Eko kepada KONTAN, Selasa (14/6).
Padahal, menurut Eko, aturan TKDN ini berdampak paling besar untuk vendor yang masih kecil. “Yang akan bermasalah adalah merek-merek tanggung dan kecil seperti merek China. Mereka akan terpukul semua,” ujarnya.
“Berbeda dengan perusahaan besar, mereka sanggup mengikuti aturan ini. Jadi tidak ada alasan mereka tidak bisa mengejar aturan ini dalam enam bulan,” tambahnya.
Lee sendiri masih belum menerima perubahan terakhir aturan TKDN yang disuguhkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). “Sebenarnya saya tidak 100% setuju. Tapi, daripada lima skema sebelumnya, aturan ini lebih baik,” kata Lee.
Dia tidak begitu setuju karena aturan ini masih dianggap belum seimbang. Terutama bagi vendor ponsel yang sudah mengikuti aturan TKDN minimum 20% dengan membangun pabrik di Indonesia.
“Sebenarnya tidak adil. Karena yang lain selama tiga tahun terakhir hanya boleh investasi hardware saja. Belum lagi bikin handphone di Indonesia lebih mahal daripada impor barang jadi. Untuk 100% software, jangan terlalu gampang. Besar investasinya harus seimbang dengan biaya investasi hardware,” kata Lee.
Makanya, Lee berharap agar pemerintah tidak semudah itu meloloskan izin bagi vendor yang memilih skema 100% software. “Mereka harus ikuti semua proses sesuai peraturan dulu baru bisa dapat sertifikat TKDN. Jangan dengan perjanjian saja sudah bisa kasih TKDN,” ujarnya.
Meski demikian, Lee memahami upaya pemerintah yang ingin mengundang vendor untuk investasi software. Pasalnya, selama ini sudah banyak perusahaan yang berinvestasi hardware.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News