Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Ketua Asosiasi Eksportir Timah Indonesia, Jabin Sufianto menilai, rencana audit fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) timah di Bangka Belitung fokus kepada kebocoran ekspor yang menguntungkan perusahaan luar negeri.
"Kita harus telusuri dulu soal kebocoran keluar negeri, yang harus di audit yang surviyor-surviyornya dan bukan smelternya," kata Jabin kepada KONTAN, Senin (4/1).
Menurut Jabin, nantinya suplai yang dilakukan untuk smelter tersebut bukan hanya dalam bentuk pelaporan kepada Dinas Pertambangan Daerah (Distamben), melainkan harus ke pemerintah pusat yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dia bilang, saat ini pihak yang dicurigai terkait kebocoran ekspor suplai timah tersebut sudah diketahui. Hal itu dilihat dari perusahaan-perusahaan luar negeri seperti China, Myanmar dan Malaysia yang hanya memproduksi timah sedikit. Paling tidak hanya 5000 ton per tahun. Tapi, produksi timah batangannya bisa mengalahkan PT Timah yang produksinya bisa mencapai 23.000 ton per tahun.
"Karena di bangka banyak yang memakai sistem kemitraan dengan perusahaan luar negeri. Mungkin laporannya bisa saja diselundupkan. Suplainya bocor tidak sama dengan kapasitas smelternya. Pastinya ada permainan antara kemitraan itu," tegasnya.
Sayang, Jabin enggan mengungkapkan nama-nama perusahaan yang bermitra dengan perusahaan luar negeri tersebut.
Yang jelas, kata Jabin, akibat kebocoran ekspor, harga timah menjadi tidak jelas. Padahal, Indonesia merupakan produsen timah terbesar di dunia. Saat ini, jelas Jabin, Indonesia memakai skema harga ICDX, harga dengan kebutuhan produksi dunia.
"Yang harus diketahui adalah timah kita itu 90% lebih diekspor. Industri dalam negeri paling tidak hanya beberapa memakai timah batangan di lokal. Jadi kebocorannya itu terlihat dari timah batangan milik perusahaan luar negeri itu," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













