kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bagaimana Prospek Bisnis Properti di Tengah Bayang-Bayang Resesi Global?


Senin, 28 November 2022 / 14:39 WIB
Bagaimana Prospek Bisnis Properti di Tengah Bayang-Bayang Resesi Global?
ILUSTRASI. Bisnis Properti: Penjualan rumah di sebuah pusat perbelanjaan di Depok, Jawa Barat,


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku pembangunan tetap optimistis sektor properti bakal tetap bertumbuhan jika resesi ekonomi global pada tahun 2023 benar-benar terjadi. Pasalnya, kebutuhan properti khususnya hunian atau rumah kebutuhan masih cukup besar di Indonesia, baik untuk rumah pertama maupun hunian sebagai obyek investasi.

Sebab selain menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), backlog atau kekurangan pasokan rumah di Indonesia saat ini masih tinggi, mencapai 12,75 juta unit, juga karena investor makin cerdas dan tahu bahwa investasi yang paling imun terhadap krisis ekonomi dan gejolak sosial/keamanan adalah sektor properti.

Hendra Gunawan General Manager PT Tajur Surya Abadi, pengembang perumahan Royal Tajur Bogor memandang bahwa saat terjadi krisis ekonomi sosial merupakan momentum tepat berinvestasi di properti. Sebab saat itu harga properti cenderung tidak naik, bahkan di sejumlah lokasi bisa saja turun namun itu dijamin tidak berlangsung lama.

Baca Juga: Inflasi dan Perlambatan Ekonomi Global Membayangi Tahun 2023

“Ramai soal resesi global itu Agustus sampai September (2022) dan pengaruhnya terhadap penjualan kami itu di Oktober 2022. Tapi di November, setelah keluar berita-berita optimisme bahwa Indonesia tidak terdampak penjualan rumah dan apartemen di Royal Tajur kembali stabil dan cenderung meningkat,” kata Hendra dalam keterangan resminya, Senin (28/11).

Hendra mengatakan, sebagai investor properti tidak perlu cemas terlebih terhadap resesi global 2023. Karena sebenarnya yang lebih parah itu pada awal-awal pandemi Covid-19, sekitar April hingga September 2020.

Kondisi ekonomi global termasuk Indonesia saat itu sangat terpuruk, lebih parah dari resesi yang dikhawatirkan di 2023. Dimana perputaran uang mandek, orang dilarang keluar karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), bahkan lockdown.

“Sebagai investor harusnya di masa seperti ini saatnya berinvestasi. Jadi salah jika investor mengambil posisi wait and see. Karena properti sudah terbukti imun terhadap krisis ekonomi bahkan resesi sekalipun. Waktu harga properti sempat turun di Kelapa Gading turun saat banjir besar melanda beberapa tahun lalu, tapi dalam kurun waktu hanya 2-3 tahun harganya kembali meroket,” jelasnya Hendra.

Dan kalau flash back lagi bisa melihat properti justru bisa lebih menguntungkan bahkan di kondisi keamanan yang mengkhawatirkan.

Baca Juga: Ini Kontribusi Penjualan Tertinggi Pakuwon Jati (PWON) di Kawasan Jabodetabek

Dia mencontohkan, saat peristiwa Bom Bali (Oktober 2002), harga properti di Bali sempat terjun bebas dan jual beli stuck. Namun, Hendra bilang sejumlah investor cerdas tetap optimistis beli properti di Bali saat itu. Sekitar 5 tahunan kemudian dapat cuan gede-gedean.

Jadi adanya gejolak sosial, ekonomi, dan bahkan keamanan di situ malah ada peluang cuan lebih besar. Sudah sangat tepat berinvestasi properti di moment seperti ini, lagipula kalau properti fisiknya (tanah dan bangunannya) jelas kita pegang sendiri.




TERBARU

[X]
×