Sumber: TribunNews.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bagi kalangan pebisnis otomotif Tanah Air, nama Hendropriyono kini menjadi bahasan hangat dan sorotan. Penandatanganan memorandum of understanding (MoU) yang dilakukan dengan Proton Holdings Bhd (Malaysia), Jumat (6/2), menuai pro dan kontra. Terlebih Presiden Joko Widodo ikut menyaksikan prosesi tersebut bersama Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak. Ada pula bos Proton, Tun Dr Mahathir Mohamad, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim, dan Duta Besar Indonesia untuk pemerintah Malaysia, Herman Prayitno.
Menanggapi reaksi publik, akhirnya bos PT Adiperkasa Citra Lestari itupun angkat bicara melalui pesan yang dikirimkan ke redaksi Tribunnews, Minggu (8/2).
"Adapun soal membangun pabrik mobil made in Indonesia, sudah menjadi cita-cita saya sejak kebatalan KIA yang saya pegang, karena prinsipalnya diakuisisi oleh Hyundai. Dengan bersemboyan pada "Old Soldier Never Die", pada senja hidup saya ini saya masih ingin berbakti kepada bangsa kita, yang celakanya termasuk kepada para demagog di antara masyarakat kita," tulis Hendropriyono.
Dijelaskan, bakti yang diinginkan tersebut berdasar karena pemikiran, dulu waktu bangsa Indonesia ada yang bikin pabrik sepeda, anak bangsa negara-negara tetangga belum bisa membuat. Sekarang saat ada yang bikin pabrik mobil, di Indonesia malah belum ada.
"Bangsa kita bisa jadi pecundang, karena ada saja oknum yang tidak merasa malu menjelek-jelekkan orang lain yang dia sendiri tidak berbuat apapun untuk bangsanya. Pabrik mobil nasional (nation=bangsa) yang saya cita-citakan, bukanlah mobil negara," lanjut mantan Kepala Badan Intelijen Negara itu.
Dituliskan pula kalau pabrik yang akan dibangun disebut mobil nasional hal itu terjadi karena salah kaprah istilah. "Sebaiknya yang bersangkutan belajar dulu istilah-istilah akademik dengan benar," urai punggawa Hendropriyono Corporation Indonesia (HCI).
"Pabrik mobil asli buatan Indonesia perlu dana sangat besar, yang saya dapat pinjam dari sindikasi beberapa Lembaga Keuangan Luar Negeri. Proyek ini merupakan usaha padat karya, Insya Allah bisa menampung sampai dengan 6.000 tenaga kerja. Yang saya tahu jangka waktunya sangat jauh lebih lama daripada usaha properti dan lain-lain yang saya geluti, dalam mendatangkan keuntungan perusahaan. Saya cs menggandeng Proton, untuk kerjasama dalam R&D dan teknik. Atas dasar itu akan lebih efisien bagi kita dalam membangun infrastruktur beserta gelar after sale dan networking-nya. Kerjasama ini sifatnya B to B. Kami swasta, Proton juga kini swasta," papar Hendropriyono.
"Kita harus berterimakasih kepada Presiden Jokowi yang mau diajak PM Najib dan Tun Mahathir, menyaksikan anak-anak bangsa dari ke dua negaranya membangun kerjasama menghadapi tantangan negara-negara maju. Seyogyanya sebagai pemerintah memacu semangat rakyatnya, untuk bersama-sama membangun negaranya sendiri. Obama pun di Bali menyaksikan kawan kita swasta bertransaksi dengan Boeing Amerika. Itu karena kita beli, apalagi ini yang karena kita mau membangun pabrik sendiri!" tutup Hendropriyono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News