kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Bahan baku seret, pengusaha pengolahan ikan butuh dukungan pemerintah


Rabu, 19 Oktober 2011 / 17:40 WIB
Bahan baku seret, pengusaha pengolahan ikan butuh dukungan pemerintah
ILUSTRASI. Asik! Ada beasiswa S1 dari Universitas Pertamina, ini kriterianya. KONTAN/Baihaki/25/2/2016


Reporter: Handoyo | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pelaku industri perikanan nasional mendesak pemerintah untuk membenahi produksi perikanan nasional. Tanpa hal itu, upaya pengendalian impor ikan yang sedang didorong pemerintah saat ini dapat menjadi bumerang bagi industri pengolahan ikan yang masih bergantung pada impor.

Hendri Sutadinata, Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki), mengatakan ada dua faktor penyebab menurunnya produksi pengolahan ikan ini. Pertama, suplai bahan baku yang minim dan pemberlakuan izin impor.

Hendri mencatat, ikan lemuru sebagai bahan baku pembuatan sarden sejak dua tahun terakhir dari dalam negeri defisit sehingga banyak perusahaan yang berinisiatif melakukan impor.

Padahal minimnya bahan baku lokal, membuat perusahaan pengolahan ikan melakukan impor dari China dan India, "Saat ini perusahaan yang masih bertahan 95% bahan bakunya impor," kata Hendri.

Karena pasokan terbatas, harga ikan lemuru terus naik. Hendri bilang, dua tahun lalu ikan lemuru seharga Rp 2.000-Rp 3.000 per kg, kini naik 57,14%-71,42% menjadi Rp 7.000 per kg.

Agus Suseno, Pemasaran PT Maya Food Industries, mengatakan, sejak dua tahun belakangan bahan baku berupa ikan lemuru semakin sulit didapatkan. "Ini merupakan fenomena tersendiri, padahal dulu tidak ada impor ikan," kata Agus kepada KONTAN (19/10).

Impor yang dilakukan oleh PT Maya Food Industries dilakukan sejak tahun 2010 dari China dengan volume sebanyak 200 ton per bulan.

Impor bahan baku ikan untuk pembuatan sarden ini juga berakibat pada naiknya harga penjualan. Jika sebelumnya PT Maya Food Industries menjual produknya dengan harga US$ 4 per karton, kini harganya naik menjadi US$ 12 per ton. "Naiknya harga ini karena bahan baku sudah mahal," ungkap Agus.

Tingginya harga jual mengakibatkan tidak semua pembeli mampu membeli sarden dari PT Maya Food Industries. Agus bilang, jika dahulu Malaysia sering melakukan impor, namun sejak melambungnya harga menjadikan pengiriman dihentikan. "Meskipun masih melakukan ekspor, namun kebanyakan tujuannya ke wilayah Afrika dan Amerika Selatan," katanya.

Ketergantungan pengusaha akan bahan baku impor ikan, menurut Agus juga dipengaruhi kebijakan pengetatan izin impor yang diberlakukan oleh pemerintah. Pengusaha keberatan karena birokrasi yang berbelit-belit.

Hal ini membuat perusahaan pengolahan ikan semakin susut. Dari 31 perusahaan pengolahan ikan yang ada di Indonesia, kini yang mampu bertahan hanya setengahnya. Untuk mengatasi persoalan itu, Hendri berharap jika impor bahan baku dipermudah karena suplai dalam negeri tidak ada.

Menanggapi permasalahan yang dialami oleh pengusaha industri pengolahan ikan, Victor Nikijuluw, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP, mengatakan jika pihaknya akan membantu ketersediaan bahan baku. "Kalau mesti impor, kita akan dukung sehingga harga bahan baku menjadi lebih murah," ujar Victor kepada KONTAN (19/10).

Selain itu, waktu impor pun akan dipercepat. Sehingga, semakin mudahnya pengadaan bahan baku KKP menargetkan perusahaan produksi pengolahan ikan meningkat dari 4 juta ton tahun lalu, menjadi 5 ton tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×