kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   -23.000   -1,21%
  • USD/IDR 16.210   -25,00   -0,15%
  • IDX 6.897   65,26   0,96%
  • KOMPAS100 1.002   13,05   1,32%
  • LQ45 771   10,32   1,36%
  • ISSI 224   1,60   0,72%
  • IDX30 397   5,48   1,40%
  • IDXHIDIV20 461   5,31   1,16%
  • IDX80 113   1,46   1,31%
  • IDXV30 113   0,44   0,39%
  • IDXQ30 129   1,86   1,47%

Minim Perlindungan Konsumen, YKTI Minta SNI untuk Produk Tekstil


Sabtu, 28 Juni 2025 / 23:00 WIB
Minim Perlindungan Konsumen, YKTI Minta SNI untuk Produk Tekstil
ILUSTRASI. Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) menyoroti minimnya perlindungan bagi konsumen tekstil di tanah air. /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/26/06/2025.


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) menyoroti minimnya perlindungan bagi konsumen tekstil di tanah air. 

Hingga saat ini hanya pakaian bayi yang diperkenankan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai standar wajib, sedangkan yang lainnya tidak wajib sehingga praktis tidak berlaku sebagai aturan yang mengikat.

Direktur Eksekutif YKTI, Ardiman Pribadi mengaku, YKTI mendapat banyak aduan terkait kualitas pakaian jadi. 

“Aduan mulai dari cepat luntur, resleting yang mudah rusak, jahitan kancing yang mudah lepas hingga ketidak-tepatan ukuran khususnya untuk penjualan online” jelas Ardiman dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Jumat (27/6).

Baca Juga: Industri Hulu Tekstil Tertekan Impor, Penurunan Produksi dan Penundaan Investasi

Seusai melakukan audensi dengan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Ahmad Doli Kurnia minggu lalu, YKTI berinisiatif bersurat ke Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan meminta agar SNI sektor tekstil yang terkait dengan konsumen agar segera dijadikan wajib. 

“Kami mencatat ada 28 SNI yang saat ini statusnya sukarela, ini sudah cukup banyak, hampir semua jenis pakaian ada SNI-nya dari kualitas hingga terkait ukuran, hanya sayangnya belum jadi SNI wajib,” jelasnya.

Kemudian Ardiman menyatakan bahwa pihaknya saat ini tengah menunggu respon pemerintah atas surat yang sudah disampaikan. 

Ardiman melihat perlindungan konsumen melalui pemberlakuan regulasi (SNI Wajib) pada sektor industri TPT sangat lemah dan tidak menunjukkan itikad dan kesungguhan dari pemerintah. 

Sehingga konsumen Indonesia tampak hanya menjadi objek pasar dalam rantai ekonomi perdagangan. Hak dasar konsumen untuk memperoleh produk yang memiliki standar kualitas dasar yang mereka beli dari uang pribadinya sangat sulit diperoleh, konsumen Indonesia harus masuk ke toko-toko branded yang harganya mahal mengikuti standar harga Internasional jika ingin memperoleh produk dengan jaminan standar kualitas.

Baca Juga: Penundaan Revisi Permendag 8/2024 Dikhawatirkan Berdampak pada Industri Tekstil

Berbeda dengan sektor produk makanan yang bahkan kertas pembungkusnya saja sudah diberlakukan SNI wajib (SNI 8218:2015) terlebih produk kosmetik, obat-obat dan keperluan medis non-resep bukan hanya SNI yg harus dipenuhi, izin edar, BPOM, dan Halal sudah dipenuhi oleh para produsennya. 

"Pertanyaannya mengapa 280 juta konsumen setiap membeli produk TPT tidak pernah diberikan perlindungan yang memadai, dimana kerja Direktorat Industri Tekstil Kulit dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian," tambahnya.

Ardiman juga mencontohkan beberapa produk yang telah menerapkan SNI seperti kapas, kain kasa dan tekstil medis lainnya. Bahkan, beberapa produk telah menerapkan standar yang ketat seperti BPOM, Halal, Izin Edar dan lain-lain sehingga hak konsumen tertera jelas. 

“SNI dan standar yang berlaku itu sangat membantu konsumen agar terhindar produk-produk yang tidak jelas sehingga kami tidak dirugikan,” tutup dia.

Selanjutnya: Ada Masalah Airbag, Stellantis akan Menarik Lebih dari 250.000 Kendaraan di AS

Menarik Dibaca: Edukasi Layanan Keuangan Digital, AFTECH & HukumOnline Gelar Sosialisasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×