Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - CIKARANG. PT Kimia Farma Tbk (KAEF) terus berupaya mendukung program kemandirian farmasi dan alat kesehatan nasional. Salah satu langkah yang sudah ditempuh oleh KAEF adalah membangun pabrik bahan baku obat (BBO) di Cikarang, Jawa Barat melalui anak usahanya PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia.
Direktur Utama Kimia Farma David Utama menyampaikan, Indonesia sebenarnya sudah bisa memproduksi 90% obat-obatan secara mandiri. Sayangnya, sebanyak 90% pula bahan baku obat-obatan Indonesia ternyata masih diimpor dari luar negeri, terutama dari China dan India.
Kondisi seperti ini tentu tidak bisa terus-menerus berlanjut. Apalagi, ketika pandemi Covid-19 muncul, Indonesia keteteran mencari BBO untuk penanganan virus Corona.
“Para produsen BBO utama dunia tentu ingin mengamankan pasokannya untuk diri mereka sendiri dahulu,” ujar dia dalam media gathering, Senin (3/10).
Baca Juga: Pendapatan Turun, Kimia Farma (KAEF) Rugi Rp 205 Miliar di Semester I 2022
Maka dari itu, pengembangan pabrik BBO dipelopori oleh KAEF. Perusahaan plat merah ini menggandeng mitra dari Korea Selatan yaitu Sung Wun Pharmacopia Co. Ltd., untuk saling mentransfer ilmu dan teknologi dalam pengembangan pabrik BBO yang memenuhi standar kualitas nasional dan internasional.
David tidak menyebut besaran investasi pembangunan pabrik BBO tersebut. Pabrik ini sendiri selesai dibangun pada 2018 silam dan memiliki kapasitas produksi BBO sekitar 75 tln sampai 100 ton per tahun.
Sampai tahun 2022, pabrik BBO KAEF telah memproduksi 12 item BBO yang telah bersertifikat GMP dari Badan POM RI sehingga dapat digunakan oleh seluruh industri farmasi dalam negeri. Ke-12 item BBO tersebut meliputi 3 BBO anti kolesterol yaitu Simvastatin, Atorvastatin, dan Rosuvastatin, 1 BBO anti platelet untuk obat jantung yaitu Clopidogrel, dan 2 BBP antivirus Entecavir dan Remdesivir.
Baca Juga: Alkindo Naratama (ALDO) Bidik Pendapatan Rp 3 Triliun pada Tahun Depan
Selanjutnya, terdapat 4 BBO Anti Retroviral (ARV) untuk HIV AIDS yaitu Tenofovir, Lamivudin, Zidovudin, dan Efavirenz, 1 BBO untuk diare yaitu Attapulgite, dan 1 BBO untuk antiseptic dan desinfectan yaitu Iodium Povidon.
David menyebut, untuk saat ini tujuan utama kehadiran pabrik BBO KAEF adalah mendukung ketahanan produk farmasi di dalam negeri, bukan untuk berkompetisi di pasar global. Ini mengingat Indonesia baru saja memulai pengembangan industri BBO, setelah selama ini lebih sering melakukan impor.