Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Lampu kuning bagi pebisnis tekstil domestik. Produk tekstil impor diprediksi semakin membanjiri pasar lokal.
Ade Sudrajat, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), memperkirakan, pangsa pasar tekstil dan produk tekstil (TPT) impor di tahun ini bisa meningkat 10% menjadi 65% dari pangsa pasar tahun lalu yang sebesar 55%.
Pasar tekstil dalam negeri tahun ini diprediksi cuma tumbuh minimal 5% dari pasar tahun lalu yang mencapai US$ 22,7 miliar.
Membanjirnya produk tekstil impor lantaran produk teksil domestik kalah bersaing. Biaya produksi yang membengkak akibat kenaikan biaya energi dan upah pekerja, membuat industri tekstil lokal mengerek harga 16,7% di tahun ini. Kenaikkan harga itu demi mempertahankan marjin usaha. "Produk lokal harganya naik sementara produk impor tetap," keluh Ade, Rabu (23/1) lalu.
Imbasnya bisa ditebak, konsumen pasti memilih tekstil impor berharga miring. Murahnya harga tekstil impor ini membuat kebutuhan tekstil made in Indonesia per kapita tahun ini bisa turun menjadi 6,6 kilogram saja. Padahal tahun lalu mencapai 7 kilogram produk tekstil per kapita per tahun.
Pelan namun pasti, pertumbuhan penjualan tekstil domestik melambat. API mencatat, penjualan tekstil lokal di pasar domestik tahun 2010 mencapai US$ 7,4 miliar atau tumbuh 23% dari 2009 yang sebesar US$ 5,7 miliar. Tahun lalu, pertumbuhannya cuma 3% menjadi US$ 7,6 miliar. Untuk tahun ini ia memprediksi penjualan tekstil lokal bisa turun 10% dari tahun lalu. "Untuk pertama kali dalam beberapa tahun terakhir bisa minus," katanya.
Artinya, untukĀ tahun ini penjualan industri tekstil nasional cuma bisa mencapai US$ 6,8 miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News