Reporter: Ratih Waseso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) memastikan adanya perlindungan bagi para pelaku koperasi dan UMKM (KUMKM) yang go digital dari bahaya praktik cross-border ilegal pada platform e-commerce.
Deputi Bidang Usaha Kecil & Menengah KemenkopUKM Hanung Harimba Rachman mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dan bekerja sama lintas kementerian/lembaga karena pengelolaannya di luar kementerian.
Komitmen keberpihakan yang kuat dan pelindungan terhadap UMKM tercermin dari berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM juga telah resmi diundangkan.
“PP ini menjadi krusial sebagai upaya pemerintah melindungi UMKM dari praktik predatory pricing. KemenkopUKM akan memastikan pelindungan terhadap produk Koperasi & UMKM menjadi prioritas utama,” kata dia dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Senin (15/3).
Dalam audiensi yang digelar KemenkopUKM bersama perwakilan pengusaha pemegang hak impor produk kecantikan internasional seperti Sociolla, Nature Republic, dan PeriPera. Para pelaku usaha menyampaikan keluhan dan paparan data perihal potensi terjadinya praktik cross border ilegal pada platform e-commerce yang berdampak buruk tidak hanya untuk pengusaha pemegang hak impor resmi, namun juga pelaku UMKM lokal.
Baca Juga: Temui Teten Masduki, Shopee jelaskan pedagang lokal dan UMKM capai 97%
Produk asing ilegal yang berharga sangat murah dan belum tentu asli bisa mengancam produk lokal. Potensi kerugian negara juga sangat besar akibat praktik cross border ilegal karena tidak ada pajak yang dibayarkan.
Produk ilegal yang banyak dikeluhkan adalah barang-barang lartas yaitu kimia, kosmetik, obat, dan lain-lain. Produk tersebut diimpor dan beredar tanpa izin melalui e-commerce.
Praktik ini menyebabkan banyaknya produk palsu dan ilegal di luar akun merchant resmi dengan harga yang jauh lebih murah beredar melalui e-commerce, karena tidak mengurus izin BPOM dan diduga tidak membayar pajak sesuai peraturan.
Hanung menegaskan, pelindungan pemerintah terhadap UMKM terkait produk yang masuk dari negara lain telah dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK/010/2019 yang menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari US$ 75 menjadi US$ 3.
Saat ini, barang impor di atas US$ 3 dikenakan tarif pajak sebesar 17,5% yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10%, dan PPh 0%.