Reporter: Ratih Waseso | Editor: Anna Suci Perwitasari
Di sisi lain PP 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga telah mengatur berkenaan aktivitas perdagangan melalui platform digital seperti e-commerce.
Pemilik hak impor eksklusif Nature Republik Franseda mengatakan, selama ini proses legal terus mereka lakukan, baik dari laporan, aduan, dan lainnya, tapi praktik ilegal terus terjadi. Menurutnya, harus ada pelindungan menyeluruh bagi pelaku usaha di e-commerce, investigasi kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, dan penyempurnaan regulasi.
"Kami merasa perlu menyampaikan temuan, kerugian, dan ketidakadilan, serta kemungkinan efek negatif yang dapat timbul di kemudian hari bagi perekonomian di Indonesia khususnya bagi pelaku UMKM,” jelas dia.
Sementara itu, Co-Founder dan CEO Social Bella, John Rasjid menyampaikan, permohonan untuk pemerintah dapat melakukan pengkajian peraturan yang memberi celah praktik tidak sehat dari cross border e-commerce. Serta membentuk task force untuk memantau kegiatan marketplace e-commerce dengan seksama demi menghindari terjadinya praktik yang merugikan konsumen.
Baca Juga: BPKN: Pengaduan dari sektor e-commerce melonjak di masa pandemi
Sebagai informasi, jika praktik cross border tidak memiliki regulasi yang baik, dinilai akan merugikan banyak pihak. Pengusaha akan mengalami kerugian karena produk mereka akan kalah bersaing dengan produk cross border ilegal yang harganya jauh lebih murah.
Konsumen juga akan dirugikan karena keaslian dari produk cross border ilegal tidak dapat dipertanggungjawabkan dan bisa berakibat fatal terhadap kesehatan serta keselamatan konsumen. Selain itu negara juga akan dirugikan karena adanya potensi kehilangan pendapatan negara akibat tidak adanya penerimaan pajak dari produk cross border ilegal tersebut.
Selanjutnya: Permainan e-commerce Penuh Kecurangan, Produk Lokal Tersingkirkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News