Reporter: Muhammad Yazid, Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sebagi tersangka, banyak proyek minyak dan gas (migas) skala besar yang terbengkalai. Padahal, proyek itu mestinya diputuskan kelanjutannya oleh Jero Wacik untuk menambah produksi migas di Indonesia.
Salah satunya yakni proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) Chevron di Selat Makasar. Pelaksana Tugas Kepala (Plt) Satuan Kerja Khusus Hulu Migas (SKK Migas), Johanes Widjonarko mengatakan, proyek IDD ini akan dievaluasi kembali. "Proyek IDD sementara dievaluasi kembali dan dihitung nilainya. Namun bukan berarti proyek ini akan dibatalkan," katanya kepada KONTAN di Gedung DPR RI, Senin (15/9).
Kepala Bagian Humas SKK Migas, Handoyo Budi Santoso menambahkan, perpanjangan kontrak proyek IDD sepenuhnya diputuskan oleh Kementerian ESDM. "Bukannya tidak akan berjalan, tapi semua yang mengambil semua keputusan kan pemerintah baru, jadi otomatis menunggu keputusan Menteri ESDM yang baru," katanya
Selain IDD Chevron, proyek yang migas yang mangkrak adalah pembangunan Kilang Tangguh Train III milik BP. Handoyo bilang, proyek tersebut juga masih menunggu keputusan Kementerian ESDM. "Ini juga masih dalam kajian, mengenai pendanaan trustee borrowing scheme (TBS) juga. Tapi, kalau pendanaan terganjal KPK saya sendiri tak mau komentar," katanya.
Ada juga proyek Blok East Natuna yang sampai saat ini tertunda. Saat ini SKK Migas dan operator konsorsium pengelola, yakni Pertamina, ExxonMobil, PTT EP Thailand, dan Total E&P Activities Petrolieres masih harus menunggu keputusan bagi hasil gas.
Pada proyek ini, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Koordinator Perekonomian, serta Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) tengah menggodok hitungan bagi hasil yakni 55% untuk negara dan 45% konsorsium.
Perpanjangan blok
Beberapa proyek lain yang harus segera diputuskan segera adalah permohonan perpanjangan kontrak blok migas. Terutama soal Blok Mahakam yang pengelolaannya berakhir tahun 2017 oleh Total EP Indonesie. Tapi hingga saat ini permohonan perpanjangan kontrak Blok Mahakam belum ditanggapi.
Aussie B Gautama, Deputi Pengendalian dan Perencanaan SKK Migas mengatakan, adanya keputusan lanjut tidaknya kontrak akan menjadi landasan bagi Total EP untuk menambah besaran investasi di Blok Mahakam. "Kami sudah memberikan rekomendasi berupa pertimbangan teknis mengenai cadangan dan keekonomian. Posisi kami sebaiknya diputuskan sesegera mungkin," kata Aussie.
Aussie menambahkan, SKK Migas telah mengirimkan rekomendasi ke ESDM sejak 2012 silam soal kelanjutan operasi di Blok Mahakam. Apabila pengelolaan blok diserahkan ke perusahaan pelat merah, tentu perlu waktu adaptasi untuk menjadi kinerja lifting migas, sehingga kepastian harus disegerakan.
SKK Migas melihat Blok Mahakam masih signifikan untuk terus dikembangkan mengingat produksinya cukup besar, yakni 1.750 million metric standard cubic feet per day (mmscfd) dan kondesat 70.000 hingga 76.000 barel per hari (bph). "Hitungan kami bisa diproduksi hingga tahun 2032, dengan melihat cadangan dan laju penurunan produksi," imbuh dia.
Sementara itu, untuk permohonan perpanjangan kontrak Blok Masela, menurut Johanes, memang Inpex menginginkan perpanjangan kontrak dari yang seharusnya berakhir tahun 2028 menjadi tahun 2048. "Kami masih menunggu pemerintah. Artinya keputusan di tangan pemerintah baru, kan," terangnya.
Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, mundurnya kepastian perpanjangan kontrak blok migas tentunya akan berdampak pada turunnya tingkat produksi migas. "Sebab investor menahan investasi dan tidak ada ekspansi," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News