kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beda pendapat Kementerian ESDM dan APNI soal pembangunan smelter


Rabu, 06 November 2019 / 21:59 WIB
Beda pendapat Kementerian ESDM dan APNI soal pembangunan smelter
ILUSTRASI. Pekerja mengemas biji nikel ke dalam karung besar untuk di kirim ke gudang penyimpanan milik PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan untuk selanjutnya di ekspor ke Jepang. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/10/06/07


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca percepatan larangan ekspor bijih nikel pada 28 Oktober 2019, pemerintah memutuskan melakukan audit dan verifikasi pada fasilitas pemurnian nikel (smelter) milik 30 perusahaan.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menuturkan, Kementerian ESDM menargetkan pada tahun 2021 mendatang akan ada 37 smelter yang berdiri.

Adapun hingga saat ini baru ada 11 smelter yang berdiri. Yunus mengungkapkan,perkembangan pembangunan smelter baru akan terlihat pada tahun 2020 mendatang.

"Pada tahun tersebut rata-rata pembangunan smelter mencapai 40% hingga 90% meliputi pengadaan alat,konstruksi pabrik dan infrastruktur pendukung," terang Yunus.

Baca Juga: APNI: Percepatan larangan ekspor mengakibatkan kerugian hingga Rp 500 miliar

Hal berbeda disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey. Dirisnya pesimistis pembangunan smelter dapat mencapai 37 unit seperti yang diharapkan Kementerian ESDM.

Menurutnya percepatan larangan ekspor secara otomatis membuat pembangunan smelter turut berdampak, bahkan bukan tidak mungkin perusahaan memutuskan untuk tidak melanjutkan pembangunan smelter.

"Tadi Pak Yunus bilang di 2021 bisa ada 37 smelter, dengan kondisi ini saya rasa tidak akan lebih dari 20 smelter yang berdiri," sebut Meidy.

Meidy menambahkan, ketidakpastian sisi regulasi oleh pemerintah membuat banyak pihak takut atau enggan berinvestasi di Indonesia. Untuk itu Meidy meminta pemerintah memperhatikan tiga hal yaitu, harga niaga domestik, menjaga ketahanan cadangan domestik melalui ketentuan smelter untuk tidak hanya menyerap nikel berkadar tinggi serta menghadirkan surveyor independent.

Baca Juga: Tidak mudah bagi pemerintah genjot pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan investasi

"Jangan sampai perusahaan sudah sesuai ketentuan namun sesampainya di pelabuhan oleh surveyor dianggap tidak sesuai ketentuan, kami sudah banyak bersedekah pada orang kaya," terang Meidy.

Sementara itu, ditemui selepas acara diskusi publik Yunus memastikan besok (7/11) akan diadakan rapat kordinasi di bawah kementerian Kordinasi Kemaritiman dan Investasi guna membahas hasil investigasi dan memutuskan kelanjutan nasib ekspor bijih nikel. "Semoga besok sudah ada keputusannya," terang Yunus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×