kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45902,43   -6,11   -0.67%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini Nasib Proyek-Proyek Krakatau Steel (KRAS) yang Mangkrak


Senin, 14 Februari 2022 / 15:45 WIB
Begini Nasib Proyek-Proyek Krakatau Steel (KRAS) yang Mangkrak
ILUSTRASI. Pekerja memeriksa kualitas lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/wsj.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

Dari segi bisnis, KRAS berencana kembali mengoperasikan pabrik blast furnace dengan melakukan upaya optimalisasi proses arsitektur produksi fasilitas hulu iron and steelmaking. Fasilitas blast furnace ini rencananya akan ditambahkan rute basic oxygen furnace sehingga rute produksi menjadi efisien.

Lantas, Manajemen KRAS sedang menjalani proses pencarian investor atau mitra untuk mengoperasikan kembali fasilitas iron steel making tersebut. “Saat ini sudah ada beberapa pihak asing yang berminat kerja sama di iron steel making Krakatau Steel,” ujar Silmy.

Proyek lainnya yang bermasalah adalah pabrik ironmaking atau pengolahan besi berbasis rotary kin di Kalimantan Selatan dengan kapasitas 315.000 ton per tahun besi spoons.

Proyek ini dijalani oleh KRAS dengan menggandeng PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang mana keduanya membentuk perusahaan patungan bernama PT Meratus Jaya Iron & Steel pada tahun 2008 silam. KRAS menggenggam 66% kepemilikan saham di perusahaan tersebut.

Proses konstruksi proyek pabrik ironmaking ini dimulai pada 2009 lalu dan produksi dimulai sejak November 2012. Proyek ini memiliki nilai investasi sebesar Rp 1,2 triliun. Selain memiliki 2 unit rotary kiln, pabrik ini juga dilengkapi 2 unit PLTU berkapasitas 2x14 MW dengan memanfaatkan energi panas dari gas buang proses rotary kiln.

 

Sayangnya, pabrik ini harus dihentikan produksinya pada 12 Juli 2015. Silmy menilai, pabrik ironmaking ini berada di lokasi yang kurang strategis karena jauh dari laut atau sekitar 20—30 kilometer dari bibir pantai.

Akses menuju pantai dengan menggunakan jalan provinsi dianggap tidak efisien dan membutuhkan biaya transportasi yang tinggi. Ditambah lagi, tanah yang digunakan bukan milik Meratus Jaya Iron & Steel, melainkan milik Pemda Kalimantan Selatan sehingga perusahaan ini sulit melakukan pembebasan lahan.

Kondisi pasar baja di periode 2014-2015 juga sedang mengalami tren penurunan, sehingga Meratus Jaya Iron & Steel kesulitan bersaing. Belum cukup, jumlah bahan baku besi dengan spesifikasi yang sesuai juga terbatas, sehingga tidak memberi nilai tambah yang optimal ketika diolah di pabrik. “Sejak 2015 kami hentikan operasionalnya dan sekarang sedang dilikuidasi,” pungkas Silmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×