Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak lama lagi pemerintah akan menerbitkan Peraturan Presiden tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Salah satu hal yang menarik dari beleid ini adalah adanya beberapa poin dukungan pemerintah terhadap kegiatan eksplorasi panas bumi.
Berdasarkan salinan draf Rancangan Perpres EBT yang didapatkan Kontan.co.id, Senin (16/11), bentuk dukungan pemerintah terhadap pelaksanaan eksplorasi panas bumi tercantum dalam Pasal 30 ayat (1).
Dukungan tersebut antara lain penugasan penambahan data dan informasi panas bumi, penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi, penanggungan risiko eksplorasi (derisking), fasilitas pembiayaan khusus, dan penanggungan sebagian biaya data dan informasi.
Baca Juga: API: Perubahan sejumlah poin dalam rancangan Perpres EBT tidak timbulkan perbedaan
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa menilai, terminologi yang dipakai dalam beberapa poin tadi seperti penanggungan risiko eksplorasi (derisking), fasilitas pembiayaan khusus, serta penanggungan sebagian biaya data dan informasi sebenarnya sudah diterapkan sebagai fasilitas kemudahan eksplorasi panas bumi oleh Kementerian Keuangan.
Saat ini, fasilitas tersebut dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).“Jadi sepertinya penggunaan terminologi ini untuk menunjukkan konsistensi pemerintah dengan fasilitas yang sudah ada dan tidak membuat fasilitas baru,” ujarnya, Selasa (17/11).
Asal tahu saja, Kementerian ESDM bekerja sama dengan Kementerian Keuangan melalui PT SMI untuk melakukan berbagai eksplorasi panas bumi. Kegiatan tersebut juga melibatkan PT Geo Dipa Energi (Persero)
Menurut Fabby, jika eksplorasi panas bumi berjalan dan dapat ditemukan cadangan terbukti yang siap dilanjutkan ke fase pengembangan lapangan panas bumi, maka insentif-insentif yang disebutkan tadi akan cukup efektif bagi pengembang. Sebab, mereka tidak lagi harus melakukan kegiatan eksplorasi panas bumi yang notabene berisiko tinggi, mahal, dan memakan waktu lama.
Lebih lanjut, dalam draf Rancangan Perpres EBT, pembelian tenaga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) untuk semua kapasitas pembangkit dilakukan berdasarkan harga patokan tertinggi (HPT), seperti yang tertera dalam Pasal 8 ayat (2).
Baca Juga: Dirjen Minerba: Satu RPP sedang finalisasi di Setneg, dua lainnya masih harmonisasi
Fabby belum mengetahui alasan pasti di balik dipakainya skema HPT untuk menentukan harga pembelian listrik panas bumi. Namun, ia memperkirakan, HPT digunakan lantaran adanya variasi harga lapangan panas bumi di Indonesia yang dinilai tidak akan cocok jika menggunakan skema feed in tariff (FiT).
Ia memberi contoh, PLTP dengan kapasitas 10 megawatt (MW) dan 55 MW akan memiliki perbedaan cost capital dan harga per unit listrik yang dibangkitkan. Hal tersebut juga belum termasuk perhitungan insentif dari pemerintah.
“Memang dengan adanya HPT ini berarti ada ruang negosiasi dengan PLN yang mana ini dikeluhkan oleh pelaku usaha panas bumi selama ini,” ungkap dia.
Selanjutnya: Kementerian ESDM pastikan tak ada penambahan kapasitas panas bumi untuk tahun ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News