Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski masyarakat menggandrungi belanja online alias e-commerce, saluran offline masih memiliki persepsi yang lebih positif di kalangan konsumen.
Sektor e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat selama satu dekade lalu, apalagi di tengah pandemi Covid-19, "Namun e-commerce masih belum melampaui ritel tradisional. Terlihat dari hanya satu dari tiga masyarakat Indonesia yang aktif menggunakan e-commerce,” kata Ghufron Mustaqim, Co-Founder dan CEO, Evermos dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (2/10).
Evermos adalah .platform social commerce. Temuan itu terungkap dalam laporan yang mengidentifikasi pola dan perilaku konsumen dan brand lokal dalam laporan yang berjudul Beyond the Digital Frontier.
Laporan itu menyingkap, meskipun dibantu pertumbuhan e-commerce yang pesat, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih menghadapi banyak tantangan dalam perkembangan bisnis mereka. UMKM mencakup 99% bisnis di Indonesia dan menyumbang 61,9% terhadap total produk domestik bruto (PDB) 2022.
Namun banyak bisnis yang kesulitan bersaing dengan pemain besar karena berbagai faktor. Seperti terbatasnya inovasi, akses pasar, dan kesulitan dalam meningkatkan skala usaha. Walaupun UMKM telah menerapkan upaya transformasi digital dan saluran distribusi online, kesulitan yang mereka hadapi saat berekspansi ke kota-kota kecil di Indonesia—yang merupakan rumah bagi sekitar 87% penduduk Indonesia—masih belum terselesaikan.
Laporan ini menghasilkan lima kesimpulan utama. Pertama, .e-commerce, meskipun berdampak besar dan menjadi fokus perhatian dalam dekade terakhir, masih merupakan bagian kecil dari perekonomian Indonesia. Dua dari tiga masyarakat Indonesia bukan pengguna aktif e-commerce.
Kedua, konsumen pada umumnya lebih menyukai saluran offline dibandingkan saluran online, meskipun saluran online menawarkan pilihan harga yang lebih baik. Masih rendahnya faktor kepercayaan membuat non-pengguna tidak tertarik berbelanja online. Di antara non-pengguna e-commerce, 85% enggan berbelanja online karena kekhawatiran terhadap kualitas produk. Lalu 79% khawatir barang tidak sampai dalam kondisi baik; dan 79% khawatir akan penipuan dalam transaksi online.
Ketiga, merek-merek national champion, terutama yang memiliki penjualan tahunan melebihi Rp 500 miliar, telah membangun kehadiran yang kuat di saluran offline. Mereka konsisten mengungguli rekan-rekan online mereka.
Keempat, saluran offline tidak hanya berfungsi sebagai saluran distribusi, juga terbukti meningkatkan brand awareness dan loyalitas konsumen. Kesepuluh merek nasional yang diwawancarai sepakat bahwa saluran offline lebih efektif dalam menciptakan brand awareness.
Kelima, inovasi sangat penting untuk mempertahankan unique selling point suatu merek dan menciptakan dampak jangka panjang di benak konsumen, baik dari segi inovasi produk maupun strategi pemasaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News