Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal membentuk Indonesia Battery Holding (IBH). Konsorsium yang terdiri dari empat BUMN tersebut rencananya akan mengembangkan industri baterai untuk Electric Vehicle (EV) secara terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Ketua Tim Percepatan Proyek EV Battery Nasional Agus Tjahajana Wirakusumah membeberkan bahwa nilai investasi untuk mengembangkan industri baterai EV dari hulu sampai hilir membutuhkan dana sekitar US$ 13,4 miliar hingga US$ 17,4 miliar.
Agus mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan penjajakan dengan calon mitra atau investor. Pararel dengan itu, Kementerian BUMN bersama Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) pun sedang berkomunikasi dengan kementerian lainnya untuk bisa mendorong iklim investasi yang menarik.
"Agar pemain-pemain dunia di sektor EV dan baterai EV mau datang dan nyaman berinvestasi di Indonesia," terang Agus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI yang digelar Senin (1/2).
Baca Juga: Butuh investasi US$ 17,4 miliar, ini ambisi BUMN untuk ekosistem industri baterai EV
Dalam paparan Agus, permohonan tersebut disampaikan kepada empat kementerian. Pertama, Kementerian Keuangan. Dalam hal ini Menteri BUMN mengusulkan adanya pembebasan bea masuk impor bahan baku precursor, katoda, battery pack/cell serta battery recycling.
Selain itu, ada juga usulan fasilitas tax holiday, dan pembebasan PPN untuk komponen yang masih diimpor. Lalu, ada usulan pembuatan pos tarif khusus untuk precursor, katoda, dan battery pack/cell dan agar dikenakan tarif MFN tinggi serta bea masuk preferensi.
Kedua, untuk Kementerian ESDM dari sisi hulu diusulkan insentif untuk bijih limonit, dan BUMN tetap dapat mengalihkan sebagian wilayah IUP/IUPK kepada anak usaha yang mayoritas sahamnya milik BUMN.
Lalu dari sisi hilir ada usulan badan usaha SPKLU selaku pemegang IUPTL dapat bekerjasama dengan pemegang IUJPTL. Selain itu, Menteri BUMN juga mengusulkan tarif tenaga listrik untuk SPKLU sesuai tarif penjualan curah. Diusulkan juga penetapan batas atas tarif tenaga listrik agar lebih meningkatkan lagi kelayakan ekonomi bagi pemegang IUPTL/IUJPTL.
Ketiga, untuk Kementerian Perindustrian. Menteri BUMN mengusulkan formulasi TKDN untuk EV Battery dan komponen pembentuknya, serta pembuatan pos tarif khusus untuk precursor, katoda dan battery pack/cell dan agar dikenakan atrif MFN tinggi serta bea masuk preferensi.
Keempat, kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Menteri BUMN mengusulkan kemudahan perizinan sisa hasil pengolahan nikel untuk bahan baku EV Battery.
"Pak Menteri (BUMN) sudah menyampaikan harapan kepada Menteri lain di bawah payung Pak Luhut (Kemenko Marves) dari segi supply dan demand. Surat sudah kami sampaikan, jadi ini dalam proses," ungkap Agus yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama Holding Tambang BUMN, MIND ID.
Kepada Komisi VII DPR RI, Agus mengatakan bahwa pihaknya berharap agar parlemen bisa mendorong regulasi dan kebijakan yag mampu mendorong perkembangan industri baterai dan kendaraan listrik di Indonesia.
Termasuk dalam riset dan pengembangan baterai, penguasaan teknologi, serta pengembangan teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing industri. Selain itu, Agus juga meminta Komisi VII untuk mendorong perbaikan sistem pengenaan perpajakan untuk kendaraan listrik berbasis baterai agar bisa bersaing dengan kendaraan berbasis BBM.
Baca Juga: Gandakan volume penjualan jadi 2 juta ton nikel, ini rencana Ifishdeco di tahun 2021
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Mega Proyek PLN Ikhsan Assad juga menyampaikan bahwa salah satu kendala pengembangan EV ialah harga kendaraan listrik yang masih mahal. Untuk mobil listrik, misalnya, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sekitar 30%.
"Kami mohon dukungan dari anggota DPR bagaimana mendukung kendaraan listrik, dengan misalnya memberikan insentif lebih banyak lagi. Sehingga harganya minimal sama dengan harga mobil yang menggunakan BBM," ujar Ikhsan.
Investasi dilakukan Bertahap
Lebih lanjut, mengenai investasi industri baterai EV dari hulu hingga hilir, Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak menyampaikan bahwa realisasi investasi akan dilakukan secara bertahap.
Dia menyampaikan bahwa modal awal untuk mendirikan Indonesian Battery Holding (IBH) mencapai US$ 50 juta. Adapun pendanaan hingga US$ 17 miliar dilakukan untuk investasi proyek sampai tahap akhir dari hulu hingga hilir.
Namun untuk tahap awal, dana yang dibutuhkan untuk proyek berkisar di angka US$ 5 miliar-US$ 10 miliar. Di hulu, investasi terbesar dialokasikan untuk membangun smelter dengan teknologi HPAL dan RKEF. "Kemudian masuk ke level precursor sampai ke baterai dimana PLN dan Pertamina akan ikut," ungkap Orias.
Dalam perhitungan sementara, rencananya 30% pendanaan akan ditutupi dengan equity sedangkan 70% berasal dari pinjaman. "Dari 30% equity ini di masing-masing proses, misalnya di hulu sampai smelter kita (MIND ID-Antam) bisa mayoritas. Di bawah (hilir) porsi 30% itu kita dengan mitra tergantung negosiasi dan offtaker-nya seperti apa, itu masih dalam proses," jelas Orias.
Saat ini, dua calon mitra utama yang telah dijajaki adalah CATL dan LG Chem. Untuk CATL, negosiasi dipimpin oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Sedangkan negosiasi kerjsama dengan LG Chem dipimpin oleh Pertamina.
"Jadi ini yang sedang berjalan seperti itu, untuk pendanaan sudah dihitung supaya bertahap. Ketika menghasilkan, baru kita lanjut," kata Orias.
Baca Juga: Dapat izin ekspor bijih bauksit, ini dampaknya ke fundamental Aneka Tambang (ANTM)
Dia pun menegaskan bahwa investasi secara bertahap juga ditujukan untuk menyesuaikan pertumbuhan demand kendaraan listrik. "Kita tidak bisa jor-joran juga membuat baterai, sementara demand di dalam negeri dan global belum sampai ke level itu," tegas Orias.
Sebagai informasi, IBH sendiri terdiri dari Mining Industry Indonesia (MIND ID), Antam, PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero). Dalam paparan Agus Tjahajana Wirakusumah, disebutkan bahwa masing-masing BUMN tersebut memiliki porsi kepemilikan saham sebesar 25%.
Konsorsium dapat membentuk Joint Venture (JV) Company yang bisa mengundang mitra untuk proses bisnis dari hulu hingga hilir. Masing-masing BUMN memiliki keleluasaan untuk dapat berpartisipasi dalam JV yang dibentuk bersama calon mitra. Adapun IBH akan segera dibentuk setelah negosiasi dengan calon mitra difinalisasi.
"Sekarang prosesnya belum selesai. Menurut harapan kami bahwa dalam tahun ini kita bisa menyelesaikan seluruh JV agreement sampai dengan keputusan investasi," pungkas Agus.
Selanjutnya: Ekspor dan impor sumber energi terbarukan bakal diatur dalam RUU EBT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News