kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berbondong-Bondong Menahan Kemerosotan Harga Karet


Jumat, 23 April 2010 / 09:00 WIB
Berbondong-Bondong Menahan Kemerosotan Harga Karet


Sumber: KONTAN |


JAKARTA. Tiga negara produsen karet terbesar di dunia, Indonesia, Thailand dan Malaysia membikin sejumlah kesepakatan untuk mempertahankan harga karet agar tidak terjun bebas. Soalnya, minggu ini Marubeni Marubeni Corp. memprediksikan harga karet akan berbalik arah dan tidak mustahil harga karet akan turun 22% pada akhir tahun ini.

Harga karet alam di Bursa Komoditi Tokyo atau Tokyo Commodity Exchange (Tocom) untuk pengiriman Agustus 2010 pada hari Kamis (22/4) kemarin ditutup di level 325,70 yen per kilogram (US$ 3,5 per kg). Harga ini berpotensi terus meluruh karena industri ban tidak akan sanggup menyerap karet alam dengan harga yang terlalu tinggi.

Ditambah lagi, menurut National Development and Reform Commission, China sebagai negara yang mengkonsumsi karet terbesar di dunia berencana menjual karet alamnya sebanyak 30.000 ton pada hari ini (23/4). Penjualan karet alam dari Negeri Panda ini akan menggiring harga karet di bursa komoditi Shanghai akan terus merosot.

Nah, faktor-faktor itu yang membuat Indonesia bersama dengan Thailand dan Malaysia yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) berencana mengontrol harga. “Caranya, kami sepakat untuk tidak ada perluasan lahan dan peningkatan produksi besar-besaran tahun ini," kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Achmad Mangga Barani di Jakarta, Kamis (22/4).

Baik Indonesia, Thailand dan Malaysia sebagai negara penghasil karet alam ini memperhitungkan, jika harga dasar karet alam berada di bawah US$ 1,6 per kg, maka karet dari tiga negara tidak akan dilepas ke pasaran hingga harga terkerek kembali.

Mangga menjelaskan, tahun 2008 harga karet alam berada di kisaran US$ 1,36 per kg. Itu sebabnya ITRC terbentuk dan menjalin kesepakatan, yaitu masing-masing negara wajib mengurangi produksinya sedikitnya 250.000 ton pada tahun 2009. Thailand dan Malaysia wajib menurunkan produksi hingga 200.000 ton, dan Indonesia 50.000 ton. Langkah ini berhasil mengerek harga karet pada Desember 2009 ke US$ 2,8 per kg.

Produksi meningkat

Dalam laporan tertulis Sekretaris Jenderal Association of Natural Rubber Producing Countries (ANPRC) Djoko Said Damardjati, produksi karet Indonesia ini diperkirkan akan mengalami peningkatan 6,7% dari 2,5 juta ton tahun lalu menjadi 2,7 ton pada tahun ini.

Produksi Malaysia juga mengalami peningkatan serupa, yaitu diperkirakan akan naik 16,8% dari 856.000 ton tahun lalu menjadi genap 1 juta ton tahun ini. Sedangkan Thailand diprediksikan akan mengalami penurunan produksi, namun belum ada konfirmasi besaran penurunan tersebut. Tahun lalu produksi karet alam di negeri gajah putih itu sebesar 3,1 juta ton.

Dengan adanya kesepakatan tiga negara yang total produksinya mencapai 70%-80% dari total produksi karet alam dunia, maka diperkirakan harga karet tidak akan tersungkur seperti yang terjadi dua tahun lalu.

ANRPC yang mewakili negara-negara penghasil karet seperti Kamboja, China, India, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam memperkirakan, produksi karet dunia tahun ini sekitar 9,54 juta ton. Angka ini lebih kecil ketimbang hitungan International Rubber Study Group yang sebelumnya memprediksi produksi karet dunia tahun ini sekitar 10,6 juta ton.

Disisi lain, konsumsi karet alam dari China dan India melonjak dalam dua bulan pertama tahun ini. Bulan Januari dan Februari 2010, konsumsi karet alam China 370.000 ton, naik 12,1% dari periode yang sama tahun lalu yang hanya 330.000 ton. Lonjakan ini wajar, mengingat China membutuhkan bahan baku karet yang cukup banyak untuk industri ban. Apalagi, per Maret 2010, penjualan mobil di China naik 76% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, komsumsi karet India juga naik pada bulan Januari dan Februari 2010 menjadi 159.000 ton. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, konsumsi Negeri Gangga ini hanya 136.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×