Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk telah resmi berganti nama menjadi PT MNC Energy Investments Tbk dengan kode saham tetap IATA. Hal ini sejalan dengan perubahan kegiatan bisnis utama yang dijalani oleh IATA.
Sebelumnya, IATA memiliki kegiatan bisnis utama yakni pengangkutan udara niaga dan jasa angkutan udara. Kemudian, berkat persetujuan para pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Kamis (10/2), IATA resmi banting stir menjadi perusahaan investasi dan perusahaan induk, khususnya di sektor pertambangan batubara.
RUPSLB juga menyetujui pengalihan aset transportasi udara kepada salah satu anak usaha IATA yang dimiliki 99,99% yakni PT Indonesia Air Transport (IAT). Perusahaan ini telah mengantongi Sertifikat Operator Pesawat Udara dari Kementerian Perhubungan.
IATA juga mendapat restu dari pemegang sahamnya untuk mengambilalih 93,33% saham PT Bhakti Coal Resources (BCR) dari PT MNC Investama Tbk (BHIT). BCR merupakan perusahaan induk dari 9 perusahaan batubara dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Baca Juga: Dharma Polimetal (DRMA) Menatap Optimistis Prospek Bisnis di Tahun 2022
Dari jumlah tersebut, terdapat dua anak usaha BCR yang telah beroperasi yaitu PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal (BSPC) dan PT Putra Muba Coal (PMC). Keduanya aktif menghasilkan batubara dengan kisaran GAR 2.800—3.600 kkal/kg dengan total area seluas 9.813 hektare (Ha).
Sementara itu, dua anak usaha BCR lainnya yakni PT Indonesia Batu Prima Energi (IBPE) dan PT Arthaco Prima Energi (APE) ditargetkan untuk memulai produksi batubara di tahun 2022. Lalu, anak usaha BCR lainnya seperti PT Energi Inti Bara Pratama (EIBP), PT Sriwijaya Energi Persada (SEP), PT Titan Prawira Sriwijaya (TPS), PT Primaraya Energi (PE), dan PT Putra Mandiri Coal (PUMCO) sedang disiapkan untuk beroperasi dalam satu atau dua tahun dari sekarang.
Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo menjelaskan, alasan di balik perubahan kegiatan bisnis utama IATA tak lepas dari sulitnya perusahaan meraih keuntungan dari bisnis penerbangan. Apalagi, IATA bukan bergerak di bisnis penerbangan komersial, melainkan lebih ke penyewaan pesawat untuk penerbangan tidak berjadwal (carter).
“Jadi, bisnis IATA ini susah, bahkan dari sebelum adanya pandemi Covid-19. Dari 2008 sampai 2021 tiap tahun rugi terus,” ungkap dia dalam konferensi pers, Kamis (10/2).
Mengutip laporan keuangan per kuartal III-2021, pendapatan usaha IATA tumbuh 15,12% (yoy) menjadi US$ 7,23 juta. Namun, perusahaan ini mengalami pembengkakan rugi bersih yang diatribusikan ke entitas induk sebesar 118,69% (yoy) menjadi US$ 4,68 juta.
Baca Juga: Imbas Omicron, Jumlah Pemeriksaan PCR di Prodia Widyahusada (PRDA) Melonjak
Kini, bisnis penerbangan IATA beralih ke IAT usai adanya pengalihan aset transportasi udara. Dengan begitu, Hary memastikan bahwa IATA tidak lagi membesarkan bisnis penerbangannya.
Sebaliknya, dengan berganti nama menjadi MNC Energy Investments, maka IATA akan lebih fokus mengembangkan bisnis pertambangan batubara. Prospek di sektor tersebut tergolong menjanjikan mengingat harga batubara global yang terus mengalami tren kenaikan sejak tahun lalu.