Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketergantungan industri makanan-minuman (mamin) Indonesia terhadap bahan baku impor nampaknya masih sulit dilepaskan. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama-sama.
Menurut Ketua Umum GAPMMI Adhi Lukman, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasinya adalah dengan membuka keran investasi di industri mamin. Investor dari luar negeri bisa menanamkan modalnya di dalam negeri, sehingga industri mamin tidak harus mengimpor bahan baku dari luar.
"Kita berharap banyak investor masuk ya, khususnya (investasi) di bahan baku dan ingredient bahan intermediet," ungkap Adhi saat ditemui Kontan dalam acara peresmian Food Ingredients (FI) Asia Indonesia 2024, di kawasan JIExpo Kemayoran, Rabu (04/09).
Baca Juga: Gapmmi Ingatkan Pentingnya Kolaborasi dalam Proses Penyusunan PP 28/2024
Adapun, bahan intermediet yang dimaksud Adhi adalah bahan setengah jadi yang bisa digunakan sebagai bahan baku dalam industri mamin, contohnya zat pengawet, pewarna, serta zat ekstarasi sejenisnya.
"Banyak investor yang bisa mengolah bahan baku lokal menjadi bahan baku yang dibutuhkan di industri hilir (mamin). Seperti pengawet, pewarna, dan zat ekstraksi-ekstraksi lainnya. Ini (investasi) yang kita harapkan terus tumbuh," tambahnya.
Sejauh ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mendorong industri mamin mengurangi bahan baku sebanyak 30% dari total yang digunakan sekarang. Namun Adhi bilang target ini adalah target jangka menengah hingga panjang.
"Pak Menteri (perindustrian) kan mengharapkan pengurangan secara total (impor) di Industri 30% lebih ya, jadi terhadap impor. Tapi ini jangka menengah panjang, gak bisa langsung," ungkap dia.
Baca Juga: Kemenperin Pasok SDM Kompeten Industri Mamin, Perkapalan dan Kimia
Menurutnya untuk meningkatkan investasi di industri mamin, dibutuhkan dukungan dari pemerintah untuk dapat menciptakan strategi hilirisasi yang komperhensif, mulai dari sektor hulu hingga hilir. Kebijakan pemerintah juga harus selaras dengan target mengurangi ketergantungan impor tersebut.
Menanggapinya, Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan saat ini pihaknya tengah mendorong adanya investasi bahan baku untuk mendukung kemandirian sektor mamin.
"Sebenarnya selama kita ini kan sudah mendorong pabrikan bahan baku daripada pabrikan food, ini kan juga kaitannya dengan potensi pasar makanan-minuman. Saya lihat tadi juga formula-formula bahan baku ini pasti ada yang diambil dari Indonesia, setidaknya satu dua," kata dia saat ditemui Kontan di kesempatan yang sama.
Menurut dia, persentase penggunaan bahan baku impor akan berkurang seiring dengan besar dan lamanya pasar dari perusahaan mamin terkait.
"Kalau bahan baku impor ini konteksnya kepada siapa? Kepada pasar baru atau pasar lama? Saya kira kalau pasar lama seperti Indomie, yang banyak kita makan ini, produk yang sifatnya sudah eksis pasti akan menurun (bahan baku impornya) juga," tambahnya.
Berdasarkan data Kemenperin, industri mamin termasuk dalam salah satu dari 7 (tujuh) prioritas sektor industri dalam implementasi Program Industry 4.0. Pemerintah telah mengusulkan insentif seperti tax holiday, tax allowance, dan juga super tax deduction sebagai salah satu strategi untuk mendorong investasi, penguasaan teknologi, dan penguatan struktur industri yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku industri.
Sementara terkait kebijakan nonfiskal, Ignatius bilang bahwa Kemenperin telah memfasilitasi promosi produk makanan dan minuman melalui pameran di dalam dan luar negeri.
"Selain itu, kami juga aktif mendorong penelitian dan pengembangan, mendukung peningkatan penggunaan produk pertanian dalam negeri, dan mengadopsi teknologi yang lebih maju," tambahnya.
Asal tahu saja, saat ini, ketergantungan industri mamin terhadap impor bahan baku terigu saja masih mencapai 100%, gula industri sebesar 100%, garam industri mencapai 70% serta bahan baku kedelai dan susu yang mencapi 80%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News