Reporter: Vina Elvira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengingatkan pentingnya program peremajaan sawit atau replanting sawit setelah usia tanaman mencapai 25 tahun. Tujuannya untuk menjaga produktivitas tanaman supaya produksi sawit tidak mengalami penurunan.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, replanting sawit dilakukan setelah tanaman mencapai usia 25 tahun. Namun, replanting ini memang tidak bisa dilakukan secara bersamaan, melainkan realisasinya secara bertahap dari total luas tanaman yang sudah jatuh tempo.
“Kalau sudah jatuh tempo replanting tetapi tidak dilakukan, maka produktivitas turun karena usia tanaman dan otomatis produksi turun,” kata Eddy kepada Kontan.co.id, Senin (20/5).
Dia menyebutkan, biasanya masing-masing perusahaan sudah memiliki kebijakan masing-masing terkait program replanting sawit ini. Apakah itu per tahun 5% atau 10% bahkan 20% program peremajaan sawit yang dilakukan dari total luas tanaman yang memang sudah jatuh tempo.
Baca Juga: Cisadane Sawit Raya (CSRA) Optimistis Replanting Pohon Sawit Tak Ganggu Produksi
Dihubungi secara terpisah, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) juga konsisten dalam melaksanakan program peremajaan sawit (PSR).
SMAR memiliki program replanting sawit yang matang guna memiliki program peremajaan yang matang dengan target tahunan yang dirancang untuk mempertahankan total area perkebunan pada usia produktif.
“Mengingat jeda waktu 48 bulan/4 tahun antara penanaman kembali dan kelapa sawit menghasilkan buah yang dapat dipanen, penanaman kembali (replanting) perlu direncanakan secara bertahap untuk mengelola tingkat produksi," kata manajemen SMAR kepada Kontan.
Selain itu, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) juga konsisten dalam melaksanakan program peremejaan sawit (PSR). AALI menyatakan rata-rata realisasi replanting mencapai 4.000 hektare (ha) hingga 5.000 ha setiap tahun sejak program ini dirilis pada tahun 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News