kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gapki Prediksi Ekspor Minyak Sawit RI Turun, Ini Penyebabnya


Minggu, 28 Januari 2024 / 05:20 WIB
Gapki Prediksi Ekspor Minyak Sawit RI Turun, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Pekerja memuat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke atas truk di salah satu kebun petani di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Jumat (17/02/2023). Gapki Prediksi Ekspor Minyak Sawit RI Turun, Ini Penyebabnya.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memprediksi penurunan kinerja ekspor minyak sawit, baik Refined Palm Oil maupun Crude Palm Oil (CPO), pada tahun 2024  ini.

Menurut Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, volume ekspor minyak sawit Indonesia diperkirakan mengalami penurunan sekitar 4%, dari level 32 juta ton pada tahun 2023 menjadi sekitar 29-30 juta ton pada tahun 2024.

Eddy menyatakan bahwa penurunan ini disebabkan oleh faktor geopolitik serta melambatnya pertumbuhan ekonomi China.

Baca Juga: Tertekan Pelemahan Ekonomi Global, Gapki Prediksi Ekspor Minyak Sawit RI Turun

"Penurunan ini akibat dari kondisi ekonomi global yang kurang baik karena perang antara Rusia dan Ukraina yang belum tahu kapan selesai. Ditambah lagi perang Timur Tengah dan diperkirakan melambatnya ekonomi China," ujarnya.

Eddy juga memproyeksikan nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2024 mencapai US$ 30 miliar, dengan harga rata-rata sawit berada di rentang US$ 900 hingga US$ 1.000 per ton.

Eddy menjelaskan bahwa hingga saat ini, program B35 yang dicanangkan pemerintah tidak memiliki dampak signifikan terhadap kinerja ekspor minyak sawit. 

Baca Juga: Gapki Prediksi Kinerja Ekspor Minyak Sawit Indonesia Menurun pada Tahun 2024

"Saat ini belum, karena konsumsi di tahun 2024, baik untuk pangan, energi, dan oleo chemical, sebesar 25 juta ton. Sementara produksi baik CPO maupun Palm Kernel Oil (PKO) diperkirakan mencapai 53-55 juta ton. Artinya ini tidak mengganggu atau mengurangi volume ekspor," ujar Eddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×