Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) turut menanggapi dampak dari potensi kenaikan biaya energi terhadap sektor industri logistik.
Sebagaimana diketahui, wacana penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite tengah mencuat seiring upaya pemerintah melalui Kementerian ESDM yang ingin lebih fokus pada penggunaan BBM yang ramah lingkungan. Pemerintah juga berencana melakukan penyesuaian tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan nonsubsidi pada semester II-2022.
Tak hanya itu, biaya energi lainnya juga naik seiring langkah PT Pertamina (Persero) yang telah mengerek harga gas LPG ukuran 5,5 kg dan 12 kg. Adapun harga LPG ukuran 3 kg tidak mengalami kenaikan lantaran masih disubsidi pemerintah.
Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, kenaikan harga bahan bakar yang cepat dapat memiliki efek yang tertunda dan menghancurkan pada perusahaan logistik atau manajemen pengiriman.
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Tetap Jual Pertalite di Tahun Depan
Jika BBM jenis Premium dan Pertalite jadi dihapuskan, maka perusahaan manajemen angkutan mesti shifting menggunakan BBM jenis Pertamax yang notabene harganya lebih mahal, sehingga bisa meningkatkan biaya bahan bakar.
Kenaikan biaya bahan bakar biasanya akan memaksa operator untuk ikut menaikkan harga atau mereka akan menderita kerugian finansial. “Ketika operator menaikkan tarif, kenaikan itu akhirnya diteruskan ke konsumen sebagai harga barang yang lebih tinggi dan biaya transportasi yang lebih besar,” ungkap Yukki, Selasa (28/12).
Ia menambahkan, kenaikan biaya jasa logistik sangat bergantung pada seberapa besar kenaikan biaya BBM-nya. Sebab, komponen BBM dalam transportasi berkontribusi sekitar 40%--60% dari total biaya operasional. Dengan begitu, apabila biaya BBM meningkat, maka biaya jasa logistik dapat naik mencapai kisaran 8%-10%.