Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari
Selain itu adanya kekurangan pasokan mebel dari China dampak perang dagang memaksa AS melakukan shifting order ke negara di luar China seperti Vietnam, Meksiko, Kanada, Malaysia, Taiwan dan Indonesia.
Pergeseran order lebih signifikan telah terjadi selama dua setengah tahun terakhir karena pemerintah AS memberlakukan tarif tinggi yakni 25% untuk hampir semua kategori furnitur. Menurunnya pasokan furnitur yang ditinggalkan China akibat perang dagang telah dimanfaatkan dengan baik oleh Vietnam. Alhasil, ekspor negara tersebut ke Negeri Paman Sam pun tumbuh pesat.
Namun, limpahan order dari AS ke Vietnam menyebabkan Vietnam full capacity yang berdampak pada lead time / delivery time atau waktu pengiriman yang lebih lama hingga 150 hari. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab naiknya order AS ke negara lainnya termasuk Indonesia.
Pada periode Januari-September 2021, kinerja ekspor produk mebel dan kerajinan meningkat 30,15% dari US$ 1,94 miliar ke US$ 2,52 miliar. Kenaikan terbesar terjadi pada kelompok produk mebel yang naik 35,19% menjadi US$ 1,83 miliar sedangkan untuk kelompok produk kerajinan naik 18,45% menjadi US$ 690,44 juta.
Baca Juga: Ini penyebab tarif kontainer diprediksi kembali naik pada tahun 2022
Kembali lagi pada persoalan naiknya biaya ocean freight rate, HIMKI merekomendasikan solusi jangka pendek. Abdul meminta, pemerintah segera melakukan “booking slot” atas nama negara melalui penunjukan perusahaan BUMN.
Kemudian, pemerintah harus selalu memonitor posisi cargo space mengingat saat masalah terbatasnya space kapal masih terus terjadi. Terjadinya kelangkaan space yang berlarut-larut telah menjadi pertanyaan besar.
Maka dari itu, pemerintah perlu kembali mencari jawabannya, sehingga tahu apa yang terjadi sebenarnya di lapangan, apakah terjadi trouble transit di pelabuhan tujuan ekspor yang disebabkan oleh pengurangan pekerja pelabuhan atau ada pengurangan armada dari Main Line Operator (MLO).
Jika ada pengurangan armada maka pemerintah dengan memanfaatkan privilege sebagai “Presidensi G20 Tahun 2022” harus bisa mengajak negara-negara anggotanya dan untuk “memaksa” MLO untuk segera menormalkan kembali armadanya.
Baca Juga: Tarif angkutan kontainer diperkirakan masih naik di tahun 2022, ini alasannya
Adapun untuk jangka menengah- panjang, HIMKI merekomendasikan sejumlah solusi.
Pertama, pemerintah mendorong BUMN atau memberi insentif kepada swasta untuk membentuk atau mendirikan MLO di Indonesia yang profesional yang dapat menjamin ketersediaan kontainer, baik dengan membeli/membuat container, memiliki kapal-kapal baik feeder atau mother vessel atau melakukan Leasing NVOCC (Non Vessel Operating Common Carrier).
Kedua, penetapan Jakarta atau pelabuhan lain (Batam, Bitung, Kuala Tanjung) sebagai Hub Internasional.
Ketiga, menghilangkan Jalur Kuning pada proses pemeriksaan impor di pelabuhan oleh Bea Cukai.
Keempat, pemerintah berinisiatif menjaga ketersediaan container di dalam negeri untuk kegiatan ekspor. Saat ini masih banyak pelayaran mengirimkan kontainer kosong ke luar negeri utk memenuhi kebutuhan kontainer di luar negeri.
Kelima, dengan adanya kenaikan ocean freight rate yang tidak terkendali seperti saat ini, Pemerintah harus melakukan pengawasan dan komunikasi kepada shipping line agar kegiatan ekspor Indonesia bisa berjalan dengan lancar.
Keenam, harus ada peraturan dari Pemerintah bahwa penetapan kurs untuk pembayaran ocean freight menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. Saat ini kurs ditetapkan oleh masing-masing pelayaran yang dipastikan sangat tinggi dan kurs berbeda beda antara pelayaran satu dengan pelayaran lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News