Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Havid Vebri
BALIKPAPAN. Direktur Teknik dan Komersial PT Pertagas Niaga, Eko Agus Sardjono menyatakan pengembangan bisnis liquefied natural gas (LNG) untuk pasar ritel saat ini terkendala harga minyak yang murah.
Menurut Eko, saat Pertagas baru memulai pilot project LNG untuk PT Indominco Mandiri dan PT Berau Coal, harga minyak mentah masih di atas US$ 100 per barel, sehingga diharapkan bisa menurunkan biaya operasional industri yang mau menggunakan LNG.
Namun saat ini harga minyak mentah dunia sudah turun berkisar US$ 50 per barel sehingga efisiensi biaya tersebut tidak tercapai.
"Ditambah dengan bisnis tambang batubara yang harganya saat ini masih cukup rendah. Untuk itu beberapa perusahaan tambang menunda menggunakan LNG," kata Eko, Selasa (27/10).
Namun ada perusahaan tambang yang mengikuti pilot project seperti PT Indominco Mandiri, PT Berau Coal, dan PT Ciptakrida tetap bertahan untuk mencoba beralih menggunakan LNG. Berau sendiri baru akan menggunakan LNG pada Januari 2016.
Potensi penggunaan LNG oleh Berau mencapai lima 5 mmscfd sampai 10 mmscfd atau bisa mencapai hingga 20 isotank.
"Tahun depan masih bisa tumbuh. Potensi untuk Kalimantan besar, jika harga minyak US$ 100 per barel maka penggunaan LNG bisa capai 50-100 mmscfd. Industri ditambah mining jika konversi ke LNG bahkan bisa sampai 250 mmscfd," ujar Kusdi Widodo, General Manager LNG PT Pertagas Niaga.
Sementara itu, saat ini pemasaran LNG untuk konsumen ritel masih cukup kecil hanya sebesar 1 mmscfd. Harga LNG tersebut dijual sekitar US$ 13 per mmbtu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News