Reporter: Gentur Putro Jati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Siapa tak kenal lobster? Makanan laut blasteran kepiting dengan udang ini tentu menimbulkan kesan tersendiri bagi mereka yang baru pertama kali memakannya. “Pokoke uenak tenan,” begitu kata orang Jawa tulen.
Yang patut Anda ketahui, lobster ternyata juga bisa menjadi hewan peliharaan di akuarium. Lobster jenis ini biasa dikenal dengan lobster hias. Yang mengejutkan, agar dapat menghasilkan fulus, pemeliharaan lobster hias ini membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat ketimbang lobster yang di budidaya untuk konsumsi. Tak percaya?
Seseorang yang merasakan nikmatnya bisnis budidaya lobster adalah Erwin Trihandoko. Dia merupakan pemilik Chika'' Tirroo Lobster di kawasan Bintaro. Erwin memulai usaha ini pada 2005 dengan modal Rp 700.000. Uang tersebut digunakannya untuk membeli tiga akuarium berukuran sedang, akuator, serta beberapa pasang lobster indukan yang asal muasalnya dari negeri Uwak Sam dan Negeri Kanguru.
"Awalnya saya budidaya lobster jenis Red Claw asal Australia cuma dengan wadah akuarium. Sekali indukannya bereproduksi itu bisa mencapai 500 telur. Sedikit demi sedikit bisa saya jual, kemudian bisa digunakan untuk membeli akuarium lebih banyak lagi," cerita Erwin sambil mengenang awal mula ia merintis usahanya.
Saat ini, tempat budidaya lobster yang menjadi satu dengan kediamannya, sudah memiliki belasan akuarium dengan kapasitas total 50 meter persegi. Selain itu, ada pula delapan buah kolam berukuran 1x2 meter. Tidak hanya lobster jenis Red Claw, Erwin juga berhasil membudidayakan lobster jenis Cherax Destructor yang nenek moyangnya juga berasal dari Australia, serta jenis Procambarus Clarkii asal Amerika Serikat.
Harga lobster cukup mentereng
Asal tahu saja, kedua jenis lobster ini harga jualnya jauh lebih mentereng ketimbang harga jenis Red Claw. Untuk satu ekor Cherax Destructor umur 2 bulan dengan panjang 2 inci, dijajakan dengan harga Rp 15.000. Kemudian si Procambarus Clarkii dijual dengan harga Rp 30.000 per ekor dengan umur dan panjang yang sama. Sementara saat ini harga Red Claw hanya berada di kisaran Rp 5.000 per ekor.
"Makanya, sekarang ini para pembudidayaan Red Claw lebih memilih untuk memelihara mereka untuk tujuan konsumsi,” jelasnya. Meskipun butuh waktu lebih lama untuk layak jual, yakni sekitar 7 bulan, namun harganya juga lebih bagus. Sekadar pembanding saja, harga pasaran lobster Red Claw dengan berat 35 gram sampai 50 gram dan panjang 4 sampai 5 inci sekitar Rp 65.000 per kilogramnya. Semakin besar ukuran tubuh serta capitnya, harganya semakin bagus lagi.
Meskipun bisnis lobster ini menjanjikan, namun untuk calon peminat usaha yang berdomisili di Jakarta, Erwin menganjurkan sebaiknya berbudi daya untuk kepentingan hias saja. Ada dua hal yang melandasi usulan tersebut. Selain dibutuhkan lahan yang cukup luas, Erwin juga menyebut kandungan PH serta siklus air di Ibukota tidak sebaik daerah lain di Pulau Jawa ini.
"Paling tidak untuk setiap satu meter persegi tambak, hanya boleh untuk 10 ekor lobster. Kalau lebih dari itu, untungnya pasti hanya sedikit karena kalau terlalu padat mereka akan saling memakan satu sama lain. Sehingga bisa banyak yang mati," pesannya.
Atas dasar itulah, Erwin lebih memilih untuk berjualan di jalur lobster hias dan tidak melirik peluang di lobster konsumsi. Meski omzetnya lebih sedikit, akan tetapi, duit yang berputar relatif lebih cepat karena dalam waktu dua bulan saja lobster hias sudah layak jual. Saat ini saja, Erwin mengaku sudah terikat kontrak selama tiga tahun dengan pembeli asal Korea Selatan untuk mengirimkan 100 sampai 200 ekor Cherax Destructor setiap bulannya dengan harga Rp 15.000 per ekor. Sehingga setiap bulan, Erwin bisa mendapat pemasukan sebanyak Rp 3 juta hanya dari pesanan tetap tersebut. Dari pemasukan sebesar itu, Erwin mengaku bisa menangguk marjin keuntungan sebesar 70% setelah dipotong biaya untuk pakan serta listrik.
Chika'' Tirroo Lobster
Graha Raya Kav 33 Bintaro Raya
Sektor X Bintaro, Tangerang
087878567700
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News