Reporter: Agung Hidayat, Pamela Sarnia | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Industri makanan dan minuman domestik tahun ini optimistis tumbuh lebih baik ketimbang tahun lalu. Bahkan, prediksi pelaku industri tahun ini lebih tinggi dari prediksi pemerintah.
Seperti kita tahu, Kementerian Perindustrian (Kemprin) memprediksi sektor makanan dan minuman tahun ini hanya tumbuh kisaran 7,5%-7,8%. Sementara, pengusaha memperkirakan bisa tumbuh minimal sama dengan 2016 yakni sekitar 8,2%-8,5%.
Menurut Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), pertumbuhan bisnis makanan tahun ini masih bisa sama dengan tahun lalu yakni sekitar 8,5%. Karena itulah, "Kemprin sepakat mau merevisi proyeksi bisnis industri makanan 2017. Harusnya bisa sama optimistis," kata Adhi kepada KONTAN, Minggu (22/1).
Gapmmi menilai, ada beberapa faktor yang belum dimasukkan dalam pertimbangan Kemprin, sehingga prediksi pertumbuhan tahun ini lebih rendah. Salah satunya adalah soal harga komoditi yang proyeksinya cenderung naik. Faktor ini bisa membuat daya beli masyarakat di daerah penghasil komoditas seperti di wilayah Sumatra dan Kalimantan bisa melonjak.
Faktor lainnya adalah makin menjamurnya peritel modern seperti minimarket di daerah-daerah. "Industri makanan mendapat dukungan dari para peritel yakni pembukaan minimarket yang tumbuh pesat," tuturnya.
Selain itu, populasi penduduk Indonesia yang terus tumbuh. Kondisi ini membuat kebutuhan produk makanan dan minuman tetap terjaga. Pebisnis makanan dan minuman mulai merasakan manfaat pasar bebas Asean atawa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah mereka garap sejak dua tahun lalu.
Hanya saja, Gappmi tak memiliki perincian proyeksi volume produksi dan investasi sektor usaha ini di 2017.
Pemain lebih optimistis
Sementara Garuda Food menargetkan pertumbuhan bisnis hingga 15% sepanjang 2017 ini. Proyeksi ini naik dari pertumbuhan bisnis pada 2016 lalu yang sekitar 10%.
Menurut Dian Astriani, Head of Corporate Communication & Relations Garuda Food, proyeksi dari Gapmmi tersebut memang sudah realistis. "Itu sudah mempertimbangkan pertumbuhan konsumsi dan populasi," katanya kepada KONTAN (22/1).
Hanya saja, Dian tidak memberikan perincian bagaimana upaya perusahaan ini untuk merealisasikan proyeksi bisnis tersebut. Tapi dalam catatan KONTAN, Garuda Food tahun ini sudah menganggarkan belanja modal hingga Rp 2 triliun. Perincianya adalah Rp 1,5 triliun untuk divisi makanan dan Rp 500 miliar untuk divisi beverage di bawah PT Suntory Garuda Beverage.
Ekspansi tersebut bertujuan untuk menambah volume produksi antara 7%-8%. Namun, pihak Garuda Food tidak merinci besaran kapasitas produksi tersebut. Sebagai gambaran, saat ini, Garudafood memiliki 15 pabrik. Dari jumlah itu, delapan di antaranya pabrik minuman dan sisanya pabrik makanan.
Sementara produsen minuman PT Ultrajaya Milk Industry Tbk (ULTJ) juga memproyeksi pertumbuhan bisnis hingga 15% di akhir tahun ini. Manajemen perusahaan ini melihat masih ada peluang menggenjot penjualan dari produk minuman susu ini. "Permintaannya masih tinggi, ujar Pahala Sihotang, Manajer Keuangan Ultrajaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News