Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaringan bioskop PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) yakni CGV Cinemas dan Blitztheater hingga kini belum juga beroperasi demi memenuhi aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Oleh karena itu, perusahaan yang terafiliasi dengan grup konglomerasi asal Korea Selatan yakni CJ Corporation tersebut belum dapat menaksir target kinerja di sepanjang 2020.
Sejauh ini, manajemen Garaha Layar Prima belum mendapatkan kabar perihal peluang pelonggaran PSBB. "Kami masih kesulitan memproyeksikan target perolehan di tahun ini karena kami belum mendapat kejelasan kapan bisa beroperasi kembali dengan adanya pandemi virus corona," tutur Manael Sudarman, Sales and Head of Marketing CGV Cinemas saat dihubungi KONTAN, Selasa (19/5) pekan lalu.
Sejalan dengan ketidakpastian operasional kembali bioskop, Graha Layar Prima juga berniat meninjau ulang target ekspansi bioskop tahun ini. Perusahaan berkode saham BLTZ di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut bakal lebih jeli membaca situasi pasar. Adapun rencana penambahan bioskop dan sumber pendanaan masih dalam tahap pembahasan internal.
Menurut informasi dalam laporan tahunan 2019, hingga akhir tahun lalu Graha Layar Prima mengoperasikan 67 bioskop dengan 389 layar. Sebanyak 64 bioskop CGV Cinemas dan tiga bioskop Blitztheater. Total bioskop itu sudah mencakup 11 bioskop baru yang berisi 52 layar.
Jangkauan Graha Layar Prima juga melebar ke kota-kota baru seperti Jember, Kediri, Padang, Samarinda, Cikarang dan Cikampek. Sebagian sumber pendanaan ekspansi bioskop tahun lalu berasal dari pinjaman bank yang didapatkan pada tahun 2018 dan tahun 2019.
Namun perlu diketahui, realisasi ekspansi bioskop 2019 di bawah target. Semula, Graha Layar Prima bermaksud membuka bioskop baru paling sedikit di 15 lokasi.
Biarpun tidak semua target ekspansi bioskop terpenuhi, Graha Layar Prima mampu mencatatkan kenaikan pendapatan bersih maupun laba bersih. Pendapatan bersihnya naik 19,49% yoy menjadi Rp 1,41 triliun. Laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tahun lalu bahkan terungkit lebih dari dua kali lipat menjadi Rp 83,34 miliar.