Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menebar insentif perpajakan bagi enam pemegang izin usaha tambang mineral. Insentif itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak bagi Pertambangan Mineral (Harian KONTAN, 3 Oktober 2017).
Ada enam pihak yang diatur dalam aturan tersebut. Yakni pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral, IUP Khusus (IUPK), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Mineral, Kontrak Karya (KK), pemegang IUPK Operasi Produksi Mineral, perpanjangan dari pemegang KK yang berakhir sebagai kelanjutan operasi, serta pemegang KK Mineral yang belum berakhir kontraknya dan berubah bentuk menjadi IUPK Mineral.
Terkesan, banyak pihak yang mendapat insentif. Tapi sumber KONTAN membisikkan, RPP itu khusus dibuat untuk insentif Freeport Indonesia dan Amman Mineral Nusa Tenggara. "RPP ini salah satu poin perundingan," ungkapnya, Selasa (3/10).
Freeport dan Amman memang diuntungkan dengan calon aturan itu. Bagaimana tidak, mereka membayar pajak lebih rendah jika menjadi IUPK. Yakni tarif PPh badan 25% dan tambahan pajak bagian pemerintah pusat dan pemda 10% dari laba bersih.
Kini, rencana insentif bagi Freeport dan Amman bergulir bak bola salju. Perusahaan tambang batubara, misalnya, menuntut insentif serupa.
Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, secara prinsip Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sama seperti KK. "PKP2B juga membutuhkan aturan yang dapat menjamin stabilitas investasi setelah berakhirnya PKP2B, lalu konversi ke IUPK," terang dia.
Itu sebabnya, Hendra meminta perlakuan sama seperti Freeport dan Amman. Maklum, saat ini pemegang PKP2B terkena PPh 45%. "Perlu kejelasan juga bagi pemegang PKP2B yang akan berakhir dan menjadi IUPK," ujarnya.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menegaskan, pembentukan PP Stabilitas Investasi itu memiliki tim negosiasi. Kementerian Keuangan akan bicara dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian BUMN. "Tim sedang berkoordinasi. Kami mengambil yang terbaik dari situ," kata dia, Selasa (3/10).
Mardiasmo enggan menjawab kapan RPP itu akan disahkan menjadi PP. "Tim sedang berjalan," tandasnya.
Pengamat Hukum Sumber Daya dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengingatkan, landasan RPP ini harus diperjelas. Pasal 169 UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Minerba memang mengatur penyesuaian KK, asalkan menguntungkan negara. "Seharusnya PP ini dibentuk dalam rangka negosiasi penyesuaian KK. Bukan dalam rangka perpanjangan operasi atau perubahan skema ke IUPK," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News