Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) didampingi tim dari PT Pertamina (Persero) melakukan kunjungan lapangan ketersediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) di sentra nelayan pelabuhan Krui, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung pada Sabtu (19/9).
Wilayah Krui terkenal sebagai tempat nelayan mendapatkan ikan Blue Marlin atau yang dikenal dengan ikan Tuhuk oleh masyarakat sekitar. Ikan ini berbobot 2 kwintal sampai yang terkecil 20 kilogram (kg) per ekor dengan harga di tempat pelelangan ikan (TPI) sekitar Rp 60.000 per kg.
Sayangnya, diketahui bahwa di wilayah ini belum terdapat penyalur BBM atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) untuk memenuhi kebutuhan nelayan pelabuhan Krui. Para nelayan pun biasa mengambil BBM di kios pengecer sekitar.
Baca Juga: PLN dan Pelindo III sambungkan listrik 1.385 kVA di Pelabuhan Tajung Intan
Pembina nelayan yang juga Ketua Gapensi Kabupaten Pesisir Barat Supardi Rudianto menjelaskan, nelayan di Pelabuhan Krui berjumlah lebih dari 4000 nelayan yang umumnya menggunakan kapal dengan BBM jenis premium. Hanya dua kapal saja yang menggunakan BBM solar, salah satunya kapal patroli perhubungan yang sudah jarang ke Krui karena kewenangan kapal patrol tersebut sudah beralih ke Provinsi.
Kebanyakan nelayan tinggal di pulau Pisang yang dapat ditempuh selama 40 menit dengan kapal motor nelayan dari Krui. Lebih lanjut, dia menyampaikan, kebutuhan BBM untuk nelayan di pelabuhan Krui sekitar 80 ton per hari atau di kisaran 20 liter per hari untuk setiap kapal motor nelayan.
Selama ini para nelayan membeli BBM ke pengecer atau koperasi yang diambil dari SPBU terdekat dengan harga jual Rp 8.000 per liter, padahal harga normal BBM di SPBU hanya Rp 6.450 per liter. “Tentunya hal ini sangat berpengaruh terhadap penghasilan nelayan,” jelas Supardi dalam siaran pers di situs BPH Migas, Sabtu (19/9).
Menurutnya, usulan pendirian SPBN sudah beberapa kali disampaikan ke Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat atau Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun, sejauh ini belum ada respons yang konkret dari pemerintah daerah maupun Pertamina.
Baca Juga: Hingga hari kelima PSBB, Pemprov DKI tutup sementara 37 perusahaan
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa menyatakan, pihaknya berkunjung ke Krui untuk memastikan agar pembangunan SPBN di kawasan tersebut segera dilakukan. “Kami ingin lewat koperasi dan rekomendasi dari KKP untuk segera dibangun SPBN di sini paling tidak tahun depan harus sudah beroperasi,” ujar dia.
BPH Migas pun segera akan membuat surat rekomendasi ke Pertamina, Kementerian KKP, dan Komisi VII DPR RI untuk memuluskan langkah pembangunan SPBN di Krui.
Menurut Ifan, panggilan karib M. Fanshurullah Asa, Krui merupakan wilayah yang sangat potensial dengan jumlah nelayan banyak. Terlebih lagi, di sana terdapat ikan Blue Marlin yang unik dan enak dengan bobot mencapai 200 kg. Selain itu, wisata kuliner serta pantai di wilayah Krui juga potensial bagi turis mancanegara.
Terkait dorongan BPH Migas agar segera dibangun SPBN di Krui, Sales Branch Manager (SBM) IV Lampung-Bengkulu Pertamina Ferry Fernando menyatakan, pihaknya memberikan respons positif terhadap dorongan BPH Migas dan akan terus mengawal usulan pendirian SPBN tersebut.
Baca Juga: Kementerian ESDM raih penghargaan Gedung Hemat Energi se-Asean
Ini mengingat sudah menjadi fakta bahwa lembaga penyalur Pertamina berupa SPBN di Pelabuhan Krui sampai sekarang belum ada. Padahal, pelabuhan ini dikenal secara nasional bahkan internasional, bukan hanya untuk pendaratan nelayan menangkap ikan Blue Marlin, melainkan juga untuk wisata surfing dan yang lainnya.
“Kami akan segera menindaklanjuti usulan pembuatan SPBN dan akan koordinasi dengan koperasi setempat, Pemkab, serta ke Pertamina MOR 2 dan pusat. Kami juga akan melaporkan perkembangannya ke BPH Migas,” ungkap Ferry.
Selanjutnya: Pengembang PLTN menilai ada pasal selundupan dalam pembahasan RUU EBT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News