Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero mengatakan permasalahan utama adanya Tiktok Shop bukan karena bertambahnya barang impor yang masuk ke Indonesia.
Menurut Edy masalah utamanya adalah penggunaan media sosial yang digabungkan menjadi e-commerce ditambah dengan harga barang yang sangat murah, jauh di bawah harga pasar Indonesia.
“Percakapan seperti inikan menghangat 1-2 bulan lalu, berawal dari Project S-nya Tiktok. Dimana media sosial digabungkan menjadi e-commerce juga,” kata Edy saat dihubungi Kontan, Rabu (06/09).
Baca Juga: TikTok Dilarang Jalankan Bisnis Medsos dan E-Commerce Bersamaan, Ini Respons Akumindo
“Nah itu menurut saya (ekspor-impor) sebenarnya hal-hal yang biasa. Karena ya, barang dari luar masuk (ke Indonesia), kan ada juga barang kita yang keluar ke luar negeri," tambahnya.
Melansir dari Kompas.com, sebelumnya Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki menolak platform media sosial asal China, TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.
Teten menyebutkan, penolakan serupa yang telah dilakukan oleh dua negara lain sebelumnya yakni Amerika Serikat dan India.
"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan," kata Teten dalam siaran pers, Selasa (5/9/2023).
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI (4/9), Teten menambahkan TikTok boleh saja berjualan tapi tidak bisa disatukan dengan media sosial.
“Dari riset, dari survei kita tahu orang belanja online itu dinavigasi, dipengaruhi perbincangan di media sosial. Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli," ucap Teten.
Mendukung pernyataan Teten, Edy menambahkan jika Tiktok khususnya Tiktok Shop dihapuskan nantinya harga pasar akan kembali stabil dan perputaran ekonomi UMKM akan kembali stabil.
“Kan permasalahannya adalah kenapa mereka (penjual di Tiktok Shop) bisa menjual dengan barang yang sedemikian murah sehingga produk-produk lokal agak tertatih-tatih di dalam hal ikut memasarkan produknya,” katanya.
Menurut dia, penyebab murahnya barang-barang di Tiktok Shop salah satunya adalah karena di negara asalnya (China) banyak terjadi yang namanya over supply atau kelebihan produk yang tidak bisa terserap sendiri, sehingga dikirim ke Indonesia.
“Ekspor ke Indonesia itu bukan 1-2 per pieces, tapi dijual secara gelondongan, kalau perlu kiloan. Di Indonesia, baru diurai lagi per-pieces, sehingga harganya sangat murah. Nah kita bisa bersaing gak dengan kondisi yang demikian?” kata dia.
Sebaliknya, Edy mengatakan jika pemerintah tidak tegas dan tetap membiarkan Tiktok Shop di Indonesia, ia masih optimis UMKM masih akan tetap bertahan, meskipun ada beberapa konsekuensi yang harus diterima.
“Situasi apapun kita tidak boleh menyerah, UMKM harus sukses dan memenangkan persaingan di negeri sendiri. Ini pentingnya support total dari pemerintah dan masyarakat,” kata dia.
Baca Juga: TikTok Dilarang Jalankan Bisnis Media Sosial dan E-commerce Secara Bersamaan di RI
UMKM tambah dia berkontribusi hampir 61% dari produk domestik bruto dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia yang berjumlah lebih dari 120 juta jiwa. Dan, jika pemerintah membiarkan UMKM Indonesia tidak terlindungi, maka kemungkinan besar keadaan ekonomi Indonesia akan memburuk.
“Kita (UMKM) harus bertahan dan pemerintah pun jangan biarkan, kalau dibiarkan apa gunanya pemerintah? Mereka harus bisa menjaga situasi dari keadaan ekonomi negaranya sendiri,” ungkapnya.
Adapun untuk mengatasi hal tersebut pemerintah saat ini sedang menyempurnakan Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Salah satu usulan pengaturan yang diatur adalah melarang importir menjual barang dengan nilai kurang dari US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta per-unit di marketplace.
Penyempurnaan kebijakan tersebut diharapkan dapat menciptakan keadilan perlakuan antara pelaku usaha dalam negeri dengan luar negeri serta pelaku usaha formal dengan informal.
Regulasi tersebut juga dinilai akan melindungi kepentingan nasional melalui penguatan pelaku usaha, produk lokal dan perlindungan kepada konsumen, serta mendorong pertumbuhan e-commerce di Indonesia yang dapat memberikan manfaat adil bagi pihak-pihak yang terlibat dalam ekosistem bisnis tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News