kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bulan Juli, ekspor CPO melempem


Selasa, 06 September 2011 / 09:25 WIB
Bulan Juli, ekspor CPO melempem
ILUSTRASI. Harga mobil bekas Honda CR-V kini mulai Rp 70 jutaan, cek spesifikasinya.


Reporter: Bernadette Christina Munthe | Editor: Edy Can

JAKARTA. Nilai ekspor komoditas lemak hewan dan nabati merosot tajam. Komponen penyumbang terbesarnya adalah penurunan ekspor crude palm oil (CPO). Ekspor CPO diduga menurun lantaran harga CPO dalam negeri tak bersaing di pasar internasional.

Kemarin (5/9), Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan terbesar ekspor non migas per Juli 2011 terjadi pada ekspor komoditas lemak dan minyak hewan dan nabati. Nilai ekspor komoditas itu turun US$ 1,103 miliar atau turun 49,04% secara bulanan. Dari jumlah itu, 80%-nya adalah komoditas sawit dan turunannya. Sedangkan, ekspor CPO sekitar 50%-60% dari jumlah tersebut.

Kepala BPS Rusman Heriawan melihat, ekspor CPO turun padahal harganya tidak terlalu jatuh. "Ini karena ada kebijakan pemerintah yang menahan ekspor dengan cara meningkatkan pajak ekspor untuk menambah supply CPO dalam negeri menjelang Lebaran," jelasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin(5/9).

Pemerintah memang telah menaikkan bea keluar (BK) untuk kelapa sawit pada Juli lalu menjadi 20%, dari BK Juni yang sebesar 17,5%. Padahal, menurut Direktur eksekutif Gabungan Pengusaha kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan, harga minyak sawit di pasar dunia sedikit melemah. Dengan demikian pangsa pasar Indonesia menurun.

Pangsa menurun karena harga CPO menjadi lebih mahal setelah ditambah BK. “Harga komoditas kita jadi lebih tinggi, sementara harga di pasar dunia melemah, akibatnya pangsa pasar Indonesia berkurang,” jelas Fadhil kepada KONTAN, kemarin.

Namun, Kementerian Perdagangan punya versi lain. "Penurunan ini memang karena permintaan CPO melemah," ujar Menteri Perdagangan. Ini lantaran selisih harga CPO dengan minyak kedelai yang relatif tipis, yaitu US$ 45 per ton. Akibatnya, konsumen di luar negeri beralih dari CPO ke minyak kedelai. Menurut Mendag, CPO baru akan menarik jika harga kedua minyak tersebut terdapat perbedaan US$ 128 per ton.

Sementara, Direktur Statistik Distribusi BPS Satwiko Darmesto optimis bahwa ekspor CPO tersebut akan naik lagi karena eksportir akan segera menggenjot ekspor setelah permintaan dalam negeri tercukupi.

Berharap dari BK rendah

Bisa jadi Satwiko benar. Apalagi, untuk Agustus kemarin, BK sawit turun menjadi 15%. “Penurunan BK ini diharapkan dapat membuat CPO Indonesia bisa kompetitif di pasar internasional, dan pada gilirannya dapat menaikkan ekspor,” kata Fadhil.

GAPKI mencatat, hingga semester I 2011, volume ekspor CPO telah mencapai 8,2 juta metrik ton.Volume ini naik 8,9% dari volume ekspor semester I 2010 yang sebesar 7,47 juta metrik ton.

Sementara, dari total volume ekspor sawit dan turunannya, porsi CPO mencapai 56,02%, sedangkan sisanya sebesar 43,98% merupakan olahan minyak sawit 43.98%. Kontribusi CPO itu naik dari tahun sebelumnya, yang baru sebesar 53,81%.

Sebaliknya, kontribusi produk olahan minyak sawit justru turun karena tahun lalu mencapai sebesar 46,19%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×