kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bulog monopoli impor jagung untuk pakan


Senin, 04 April 2016 / 17:07 WIB
Bulog monopoli impor jagung untuk pakan


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Mulai saat ini, Perum Bulog resmi memonopoli impor jagung untuk kebutuhan pakan di Indonesia. Bulog mendapat wewenang itu melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20/M-DAG/PER/3/2016 tentang Ketentuan Impor Jagung.

Menurut permendag tersebut, impor jagung untuk pemenuhan kebutuhan pakan hanya dapat dilakukan oleh Bulog setelah mendapat penugasan dari pemerintah. Sedangkan impor jagung untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan bahan baku industri hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik Angka Pengenal Impor-Umum (API-U) atau Angka Pengenal Impor-Produsen (API-P).

Persetujuan impor jagung untuk pemenuhan kebutuhan pakan oleh Bulog hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kemtan). Adapun penetapan jumlah dan peruntukan jagung yang dapat diimpor ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Selain itu, permendag juga mengatur persetujuan impor diterbitkan setiap awal kuartal dan permohonan persetujuan impor ditetapkan sebulan sebelumnya.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong menandatangani peraturan pada 24 Maret 2016. Adapun peraturan mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Namun, permendag langsung menuai kontra dari pelaku usaha. Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (Gappi) Anton J. Supit meminta Bulog tidak melakukan monopoli impor jagung untuk pakan ternak. "Sebelum menerapkan kebijakan strategis yang berkaitan dengan impor, semestinya pemerintah dapat melibatkan pihak swasta dan jangan memusuhinya," ujar Anton, Senin (4/4).

Anton beralasan, sejak pemerintah membatasi impor jagung sejak Agustus 2015, harga jagung naik dari Rp 3.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 7.000 per kg. "Kebijakan itu ternyata membuat konsumen merugi karena harga melambung tinggi," ujar Anton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×