kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Buntut BBM Langka, 69 SPBU Nakal Dijewer Pemerintah


Jumat, 12 Desember 2008 / 08:07 WIB
Buntut BBM Langka, 69 SPBU Nakal Dijewer Pemerintah


Reporter: Hikmah Yanti, Gentur Putro Jati | Editor: Didi Rhoseno Ardi

JAKARTA. Biang kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) awal bulan ini mulai terkuak. Setelah pekan lalu mencabut izin tiga SPBU nakal, seminggu terakhir, Pertamina sudah menjewer 69 SPBU lainnya se-Indonesia.

Pertamina mendapat bukti, 69 SPBU itu dengan sengaja tidak menebus Premium sehari menjelang penurunan harga sebesar Rp 500 per liter pada 1 Desember lalu. Tampaknya, pengelola SPBU tak mau mengambil risiko menanggung rugi selisih belanja Premium berharga lama dengan harga baru yang nilainya Rp 320 per liter.

Lantaran tindakan itu, Pertamina memberi sanksi berupa penghentian pasokan BBM selama dua pekan pada 69 SPBU itu. Otomatis, mereka harus berhenti beroperasi.

Ke-69 SPBU yang terkena sanksi itu tersebar di semua wilayah. Enam di Jakarta, dan sisanya tersebar di wilayah pemasaran lain.

Kendati menjatuhkan sanksi, Pertamina mengakui, "Sanksi itu kurang efektif dan merugikan masyarakat," kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Faisal. Itu sebabnya, Pertamina sudah menyiapkan model sanksi baru. "Selanjutnya, kami akan memberikan sanksi berupa pengurangan marjin keuntungan SPBU," tegas Faisal.

Mohammad Nur Adib, Ketua Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) sontak menentang rencana Pertamina memberlakukan sanksi pengurangan marjin keuntungan ini. "Pertamina belum pernah mengajak kami bicara soal sanksi ini," ujarnya, kemarin.

Pemerintah juga meminta Pertamina berpikir cermat sebelum memutuskan memberlakukan sanksi pemangkasan marjin pada pengusaha SPBU. Soalnya, dampaknya bisa kian luas.

Saat ini, sebagian besar SPBU yang menjual BBM produksi Pertamina adalah milik swasta yang berpola dealer own and dealer operate (DODO). Jika sanksi itu berlaku, pengusaha SPBU akan menilai bisnis ini tidak menarik lagi. "Dampaknya, pasokan BBM ke masyarakat bisa terganggu," kata Jugi Prajogio, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas).

Sementara, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo menyerahkan sepenuhnya mekanisme sanksi terhadap SPBU ke Pertamina. "Masalah ini adalah urusan bisnis Pertamina dengan mitranya," ungkapnya.

Namun, bukan berarti pemerintah menutup mata. Pemerintah akan mencegah terulangnya kisruh kelangkaan BBM bersubsidi seperti saat harga premium turun awal Desember ini.

Caranya, pemerintah akan merevisi peraturan perjanjian kerjasama SPBU dengan badan usaha pelaksana Public Service Obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan umum. "Aturan itu akan memuat dengan jelas kewajiban dan tanggung jawab SPBU menjamin penyediaan dan pendistribusian BBM, termasuk menyiapkan insentif kepada penyalur sebagai suatu kesatuan dengan badan usaha pelaksana PSO," papar Evita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×